Rabu, 30 Mei 2012

REKONSTRUKSI PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Posted by One Stop Info Blog 18.24, under | No comments



A. PENDAHULUAN
Dewasa ini, pendidikan menjadi salah satu barang mahal yang sulit dijangkau oleh masyarakat bawah. Ia bak barang mewah yang hanya bisa dinikmati oleh anak-anak orang kaya. Sehingga ada yang mengatakan. “Orang miskin dilarang sekolah!” Kondisi ini sangat mirip dengan zaman kolonial dahulu yang hanya menghendaki orang-orang dari golongan ningrat saja yang dapat mengenyam pendidikan. Anak-anak pribumi seolah hanya boleh menjadi buruh-buruh majikannya. Dengan kondisi yang semacam ini masyarakat miskin semakin bodoh dan tertinggal.
Selain itu untuk mendapatkan sekolah bermutu dan berkualitas pun sangat sulit diraih. Penelitian Human Depelomment Indeks (HDI) mengungkapkan bahwa, mutu pendidikan di Indonesia semakin merosot dalam 60 tahun terakhir. Pada tahun 2004 saja pendidikan kita berada di urutan ke-111 dari 175 negara. Problem pun terjadi disana sini; mulai dari sarana yang tidak memadai, membengkaknya anak putus sekolah, obral ijazah, ketidakprofesionalan para pendidik, jual beli nilai, kurikulum yang selalu berubah-ubah, sampai pada output peserta didik dengan kualitas yang serba tanggung. Sehingga hasilnya pun banyak yang jauh dari harapan.
Padahal untuk menciptakan pendidikan yang bermutu dan berkualitas hanya ada 3 syarat yang harus dipenuhi: (1) Sistem pendidikannya (seperti kurikulum,tempat belajar,alat bantu pengajaran dan lain-lain) efisien; (2) Penyelenggaraan pendidikannya kafa’ah (capable) dan amanah (tidak korupsi); (3) dan yang paling penting adalah tersedianya dana publik yang dikelola oleh negara dan memang didedikasikan untuk pendidikan.
B. DEFINISI PENDIDIKAN
1. Pengertian Dasar Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pembinaan dan pengembangan diri dari tiap-tiap individu yang terarah dalam usaha meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sehingga individu-individu tersebut dapat mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Istilah pendidikan dinamai paedagogie dan paedagogik. Pada awalnya istilah paedagogie muncul pada karya Comenius (pampela). Kata paedagogie berasal dari bahasa Yunani yang disebut Pias yang artinya anak. Dan Ago yang artinya saya membimbing. Disamping itu, ada juga yang mengatakan bahwa kata asal pendidikan adalah Paedos yang artinya anak dan Agoge yang artinya saya membimbing/memimpin. Jadi menurut pendapat ini, istilah Paedagogie atau Paedagogik bisa berarti saya membimbing/memimpin anak.
Bab I pasal 1 Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) mencantumkan, ”pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya”.[1]
Selain pengertian dari istilah di atas, terdapat pula praktisi pendidikan yang mengemukakan pendapatnya. Ki Hajar Dewantara seperti yang dikutip Azra mengatakan bahwa pendidikan pada umumnya adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak-anak, agar selaras dengan alam dan masyarakatnya.[2]
Disamping itu pendidikan merupakan salah satu syarat utama dalam upaya meneruskan dan mengekalkan nilai-nilai kebudayaan masyarakat. Dan ia menjadi faktor penentu dari kebangkitan sebuah peradaban, dimana tidak bisa dipungkiri perannya sebagai unsur penting pencetak SDM yang unggul.
Pengertian pendidikan bahkan bisa lebih diperluas cakupannya sebagai aktivitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental, dan sosial. Sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak, yang kedua pengertian ini harus bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam yang bersumber dari al Qur’an dan Sunnah (Hadist).
Dengan demikian, pendidikan merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan bagi masyarakat. Tanpa adanya pendidikan, masyarakat akan kehilangan arah untuk menjalani kehidupannya. Mereka tidak akan pernah tahu bagaimana bergelut dalam roda perekonomian, bermasyarakat, bersosialisasi, bahkan melakukan aktifitas politik, dan lain sebagainya yang tentu saja itu hanya bisa dipelajari dengan jalan pendidikan.

2. Konsepsi Pendidikan
Implikasi yang diharapkan dari definisi pendidikan diantaranya, pertama, pendidikan dilakukan oleh pendidik kompeten di bidangnya, tanpa meninggalkan nilai-nilai agama pada dirinya. Kedua, pendidikan dilakukan berdasarkan tatanan normatif Ilahiyah. Ketiga, pendidikan dilakukan sesuai dengan potensi anak didik. Keempat, pendidikan tidak hanya sekedar berorientasi pada kehidupan sekarang, akan tetapi juga berorientasi pada kehidupan yang akan datang. Kelima, pendidikan harus bertanggungjawab penuh pada perkembangan anak didik, baik kepada masyarakat, maupun kepada Allah SWT. Keenam, pendidikan harus merencanakan dan melaksanakan kegiatan pendidikan sesuai dengan sunatullah, dan ketujuh, proses pendidikan harus melibatkan semua saluran, baik saluran formal maupun non formal dalam upaya pengembangan pribadi anak didik, sehingga mampu menangkal perbuatan amoral.
Dalam Undang-Undang Nomor 20/2002 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), disebutkan bahwa:
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”[3]
Ada dua kalimat penting yang perlu dicermati secara seksama. Kalimat “menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,” dan kalimat “menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Kalimat-kalimat diatas menunjukan integritas dan sinergi dari tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh pemerintah. Yaitu untuk membentuk watak atau karakter yang kuat, serta membangun peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa. Karena kemajuan suatu bangsa sesungguhnya dapat dilihat dari seberapa besar perhatian pemerintah terhadap taraf pendidikan masyarakatnya. Investasi dalam pendidikan pada hakikatnya adalah membentuk keunggulan sumber daya manusia atau human capital yang tentu saja tidak bisa dilakukan secara instan. Sehingga dibutuhkan kesabaran dan ketekunan untuk menjalaninya.


3. Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Seperti telah disinggung dimuka, pendidikan merupakan syarat utama dalam upaya meneruskan dan mengekalkan nilai-nilai kebudayaan masyarakat. Dengan kata lain, pendidikan merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan bagi masyarakat.
Khusus untuk pendidikan Islam para ahli telah sepakat bahwa yang menjadi sumber dalam pendidikan Islam adalah Al-Qur’an, hadits, dan ijtihad yang dilakukan para mujtahid dalam menjawab fenomena yang muncul dan jawabannya tidak tertera secara terperinci di dalam Al-Qur’an dan hadits.[4]
Selain itu dasar-dasar pendidikan Islam adalah nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Hadits. Warisan pemikiran Islam juga merupakan dasar penting yang tidak bisa dipisahkan dengan proses pengembangan pendidikan Islam.

4. Ruang Lingkup Pendidikan Islam
Pendidikan memang mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Karena ajaran Islam juga mempunyai cakupan yang luas, tentang tata hidup yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Yaitu hubungan manusia dengan Tuhan (ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah), hubungan antara manusia dengan manusia yang lain (muamalah), dan hubungan manusia tersebut dengan dirinya sendiri.
Dan dalam Islam, menuntut ilmu merupakan salah satu ibadah yang sangat mulia. Bahkan diwajibkan, karena melihat betapa pentingnya pendidikan tersebut dalam rangka membangun peradaban. Bahkan Islam tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan melihat pada masa kekhalifahan dahulu, agama Islam dan para pemikirnya menjadi rujukan dan pusat ilmu pengetahuan yang sangat maju pada masa itu. Bahkan negara-negara maju saat ini pun tidak apa-apanya kalau dahulu tidak ikut belajar dengan negara Islam.

C. KONDISI PENDIDIKAN DAN SOLUSI ISLAM
1. Fakta Pendidikan
Persoalan pendidikan adalah persoalan hidup dan kehidupan manusia yang senantiasa terproses dan berkembang dalam kehidupannya. Pendidikan sudah menjadi jantung sebuah negara yang tidak bisa dipisahkan dengan kemajuan negara tersebut. Dan keduanya mempunyai timbal balik yang tidak bisa dipungkiri. Apabila pendidikan di sebuah negara tersebut maju dan berkualitas tinggi, biasanya negara tersebut juga menjadi sebuah negara yang berkualitas dan diperhitungkan oleh negara-negara lain. Begitu juga apabila tingkat pendidikan di sebuah negara tersebut terpuruk, maka bisa dipastikan stabilitas dan proses pemerintahannya pun akan banyak bermasalah.
Hal ini sangat jelas, mengingat pendidikan merupakan hal urgen yang bisa dijadikan tolak ukur. Dari pendidikan lah kita belajar melakukan aktifitas ekonomi, sosial, politik, dan lain sebagainya. Maka jelas lah sudah bahwa jika kita ingin membangun sebuah peradaban yang bermartabat dan sempurna, kita harus mengawalinya dengan pendidikan yang berkualitas dan bermutu tinggi. Sehingga kita siap untuk bersaing dengan negara-negara yang lebih dahulu maju.
Memang pada saat ini pendidikan di Indonesia bisa dikatakan telah berkembang pesat, melihat banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang bisa ikut mengenyam pendidikan dibandingkan pada masa kolonial. Tapi itu tentu saja tidak bisa dikatakan berkembang secara baik apabila hal itu tidak diiringi dengan kualitas yang bagus dan bisa diandalkan.
Secara umum ada beberapa hal yang mendasari hal ini. Memasuki abad ke-21 gelombang globalisasi dirasakan sangat kuat dan terbuka. Kemajuan teknologi dan perubahan yang terjadi secara mengglobal setelah usainya Perang Dingin memberikan kesadaran baru melihat Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Dia berada ditengah-tengah dunia baru, dunia terbuka sehingga orang bisa membandingkannya dengan negara-negara lain.[5]
Selain daripada itu kualitas pembinaan dari pada guru, kesempatan belajar yang tersedia di dalam lingkungan sekolah dan masyarakat, serta biaya-biaya yang optimal yang dibutuhkan di dalam pendidikan yang berkualitas rupa-rupanya belum secara merata dapat dinikmati oleh anak-anak bangsa.[6]
Di tengah kontroversi kualitas pendidikan nasional ada juga yang beranggapan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia juga sudah berkembang dengan baik dan mampu bersaing dengan negara-negara lain melalui kemenangan-kemenangan yang diraih oleh para siswanya dalam lomba-lomba internasional, misalnya dalam olimpiade fisika dan matematika.[7] Tapi hal tersebut hanyalah sebagian kecil dari beribu-ribu siswa yang terpuruk dengan sistem pendidikan yang ada sekarang. Walaupun kita juga harus tetap bangga dengan prestasi-prestasi tersebut.
Kurangnya komitmen pemerintah pusat dan daerah untuk menjadikan pendidikan sebagai titik-tolak reformasi masyarakat dan bangsa Indonesia menuju masyarakat yang cerdas dan demokratis, sebenarnya telah tampak dalam ketiadaan arah pengembangan pendidikan nasional. Sebenarnya prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh siswa-siswi Indonesia dalam olimpiade internasional bisa dijadikan indikator sementara bahwa kemerosotan mutu pendidikan nasional tidak terletak pada kemampuan intelejensi para siswa Indonesia tetapi lebih disebabkan karena kesempatan yang tidak merata untuk memperoleh pendidikan yang baik dan berkualitas.
Seperti diketahui bahwa kualitas pendidikan bukan hanya ditentukan oleh kurikulum serta tersedianya sumber-sumber belajar yang memadai (opportunity to learn, OTL).[8] Karena sudah beberapa kali bangsa ini merubah kurikulum pendidikannya yang dianggap kurang sesuai, tapi pada kenyataannya aktifitas tersebut justru menjadi masalah baru yang harus dihadapi oleh para pendidik.
Pada tahun 1994, bangsa ini memberlakukan kurikulum CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) kemudian berganti dengan KBS (Kurikulum Berbasis Sekolah). Pada tahun 2004 yang lalu diganti lagi dengan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Tak lama berumur, tahun 2006 diganti lagi dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan persiapan yang sangat tidak matang. Sehingga para guru-guru lah yang menjadi imbas dari kebijakan tersebut. Dan yang terjadi bukanlah peningkatan mutu dan kualitas pendidikan tetapi menimbulkan suatu polemik baru yang itu tentu saja bisa menghambat kemajuan pendidikan di Indonesia.
Di lain sisi evaluasi yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas pada tahun 2004 juga menunjukan kerancuan pendidikan di negara ini. Dari 2,7 juta guru yang diperiksa diindikasikan bahwa ada ketidaksesuaian ijazah yang mengajar di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Tentu hal ini bukan sesuatu yang menggembirakan melihat kecenderungan ini bisa mengakibatkan makin merosotnya pendidikan di Indonesia. Ada sekitar 66,11 persen guru SD yang tidak memiliki ijazah sesuai ketentuan, guru SMP sekitar 39,99 persen, dan guru SMA sekitar 34,08 persen. Selain itu, secara umum terdapat 15,21 persen guru pada berbagai jenjang pendidikan dasar dan menengah yang mengajar tidak sesuai kompetensinya.
Hasil survei dari Human Development Index (HDI) menunjukan bahwa sebanyak 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% guru SMU, dan 34% guru SMK belum memenuhi standarisasi mutu pendidikan nasional. Lebih berbahaya lagi jika dilihat dari hasil temuan yang menunjukan 17,2% guru di Indonesia mengajar bukan pada bidang keahlian mereka.
Berdasarkan data-data di atas semakin terlihat problem majemuk yang terjadi dalam pendidikan Indonesia. Banyak hal yang perlu diperbaiki dan banyak hal yang harus ditingkatkan, sehingga pemerintah harus mulai berbenah diri untuk menanggapi hal tersebut secara serius. Bahkan kalau perlu pemerintah harus mulai membuka mata dan kembali memasuki pelosok-pelosok terpencil untuk memastikan bahwa pendidikan ini bisa dinikmati oleh segenap kalangan. Sehingga pemerintah juga dapat mengawal setiap pelaksana kebijakan dalam hal pendidikan.
2. Alat-alat pendidikan
a. Kurikulum dan Standarisasi Pendidikan
Dalam Permen No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi memang telah diatur dan ditetapkan tentang Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) semua mata pelajaran masing-masing jenis dan jenjang pendidikan, termasuk mata pelajaran agama. Hal itu berarti materi pembelajaran telah ditentukan berdasarkan SK dan KD. Tetapi dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidik (KTSP) sejak tahun 2006 lalu, memberikan peluang baru kepada guru-guru untuk mengembangkan indikator sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Untuk itu para pendidik hendaknya mulai mengevaluasi kembali akan tujuan pendidikan tersebut, yaitu untuk mengembangkan dan memajukan taraf berfikir seluruh peserta didik sehingga mereka mampu bersaing dan memajukan pendidikan di negeri ini. Tentu saja itu semua harus dilakukan bersama-sama dan kerja keras yang serius antara objek dan subjek pendidikan.
Dalam konteks pendidikan nasional Indonesia diperlukan standar yang hendak dicapai di dalam kurun waktu tertentu dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Hal ini berarti perlu perumusan yang jelas dan terarah dan fisible mengenai tujuan pendidikan.[9] Untuk itu hendaknya kurikulum disusun berdasarkan sudut pandang seperti kurikulum yang berdasarkan kepada mata pelajaran (subject matter curriculum), kurikulum yang berorientasi kepada kebutuhan anak (child centered curriculum), dan kurikulum berdasarkan kepada kebutuhan kehidupan yang nyata (life-skill curriculum).[10]

b. Tenaga Pendidik
Guru dituntut memiliki profesionalisme. Guru yang profesional bukan hanya sekedar alat untuk transmisi kebudayaan, tapi juga mentransformasikan kebudayaan ke arah budaya yang dinamis dan menuntut penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, produktivitas yang tinggi dan kualitas kerja yang bermutu.
Dalam bidang profesi, seorang guru profesional berfungsi untuk mengajar, mendidik, dan melaksanakan penelitian tentang pendidikan. Dalam bidang kemanusiaan, seorang guru juga berperan sebagai pengganti orangtua dalam peningkatan kemampuan intelektual peserta didik. Guru profesional juga harus mampu memfasilitasi peserta didik untuk mentransformasikan potensi yang dimiliki menjadi kemampuan dan keterampilan yang bermanfaat bagi manusia.
Selain itu, seorang guru profesional adalah guru yang komunikator yang dapat berkomunikasi dengan siswanya dalam upaya mengembangkan kepribadian peserta didik. Dan kalau perlu dapat menguasai bahasa digital, sehingga dapat mengarahkan anak didiknya untuk terus menggali pengetahuan dan informasi-informasi yang membangkitkan taraf berpikir dari dunia cyber.
Selain itu seorang guru harus mampu menanamkan pengetahuan agama dengan baik kepada peserta didik. Karena hal ini bisa menjadi sangat penting, melihat selama ini kemerosotan akhlak dan prilaku remaja dikarenakan kurangnya pendidikan agama yang mereka dapat di sekolah. Oleh karena itu banyak penjahat-penjahat di negeri ini yang sebenarnya pintar dalam bidang akademis tetapi lemah dalam bidang agama sehingga mereka tidak segan-segan melakukan tindakan korupsi dan penipuan yang jelas-jelas banyak merugikan negara ini.
Seorang guru juga harus memenuhi kualifikasi, antara lain:
a) Kafa’ah (menguasai materi dan metodologi, juga mampu menjalin hubungan baik dengan siswa)
b) Amanah (terpercaya dan bertanggungjawab sebagai pendidik)
c) Qudwah hasanah (sebagai agen transfer nilai, patut diteladani)
d) Himmatu al-‘amal (semangat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja)
e) Sidiq dan tabligh


c. Manajemen Pendidikan
Sistem pendidikan nasional (sisdiknas) adalah suatu sistem yang kompleks dan sangat dipengaruhi faktor eksternal dan internal. Seringkali faktor eksternal justru lebih merusak dari pada faktor internal. Misalnya saja tayangan saluran TV yang banyak menunjukan pertentangan nilai moral dan susila yang selama ini menjadi komoditas yang diunggulkan. Itu jelas merusak upaya mendidik bangsa agar bermoral dan berkarakter.
Karena keberhasilan sistem pendidikan tidak hanya ditentukan oleh sistem pendidikan itu sendiri akan tetapi ditentukan oleh berbagai faktor lain diluar sistem pendidikan, maka pengaturan terhadap faktor diluar sistem itu pun menjadi sangat penting.
Oleh karena itu perlu usaha dan pelaksanaan yang sistemik untuk menghadapi arus globalisasi yang datang bersamaan dengan modernisasi. Untuk itu seluruh instrumen pendidikan harus lebih ekstra dalam sebuah manajemen yang baik sehingga kita semua dapat mewujudkan masa depan bangsa yang baldhatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

D. PERAN KELUARGA, SEKOLAH, MASYARAKAT
DAN PEMERINTAH DALAM MEMBANGUN PENDIDIKAN
1. Peran Keluarga
Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama sebelum anak memasuki lembaga resmi pendidikan. Oleh karena itu peran keluarga untuk pengembangan kepribadian diri anak juga tidak bisa dipisahkan dari proses pendidikan. Dalam hal ini keluarga harus:
a. Menciptakan suasana keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah yang kondusif bagi pendidikan anak dalam keluarga.
b. Menanamkan, mengokohkan, dan mengembangkan nilai-nilai iman/aqidah pada anak, termasuk kecintaan kepada Allah, Rasulullah dan Al-Quran.
c. Mengajarkan, mengarahkan dan memberi teladan pelaksanaan syariat Islam. Serta menanamkan pemahaman dan mendorong implementasi tsaqofah Islam dalam kehidupan sehari-hari.
d. Mengawasi dan melindungi anak dari pengaruh buruk media massa, serta menyediakan sarana dan prasaran yang memadai bagi pendidikan anak.

2. Peran Sekolah
a. Menanamkan (secara terstruktur) dan meningkatkan iman/aqidah peserta didik, melanjutkan, melengkapi, dan mengokohkan pembinaan aqidah yang dilakukan keluarga.
b. Mengajarkan, mengarahkan dan mengajarkan tsaqofah Islam secara structural dan memberi teladan pelaksanaan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
c. Mengajarkan sains, teknologi, dan seni (sainsteks) yang tidak bertentangan dengan tsaqofah Islam.
d. Menumbuhkan jiwa pemimpin dan membentuk kapabilitas kepemimpina terhadap siswa.

3. Peran Masyarakat
a. Anggota masyarakat harus peduli dan aktif memberikan kritik yang membangun terhadap proses pendidikan yang dilakukan sekolah, keluarga, dan lingkungannya.
b. Melaksanakan pendidikan informal yang sejalan dengan pendidikan di keluarga dan sekolah.
c. Mendorong negara untuk mencegah dan melarang munculnya hal-hal kontraproduktif terhadap pendidikan.

4. Peran Pemerintah
Peran pemerintah adalah hal yang paling urgen dalam menentukan nasib pendidikan bangsa ini. Dalam kaitannya dengan pendidikan, UUD 1945 pasal 31 mengamanatkan bahwa: (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan anggaran belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Selanjutnya, Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 11 menyatakan: (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa deskriminasi; (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidiakn setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun.
Menyelenggarakan sistem pendidikan yang berkualitas tidak hanya terbatas pada penyelenggaraan pendidikan itu sendiri tetapi juga menciptakan iklim yang mendukung terselenggaranya sistem pendidikan tersebut guna mencapai tujuannya yaitu menyiapkan generasi yang cerdas, berakhlak mulia, dan mempunyai kepedulian terhadap masa depan bangsa.


Untuk itu pemerintah harus melakukan hal-hal berikut:
a. Merumuskan dan menetapkan peraturan perundangan yang memungkinkan penyelenggaraan program pendidikan dapat mencapai tujuannya.
b. Merumuskan dan menetapkan peraturan perundangan yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan yang adil, luas, dan berkualitas.
c. Menyelaraskan (sinkronisasi) berbagai program pembangunan.
d. Menetapkan kebijakan yang berpihak kepada peningkatan dan perluasan pendidikan yang berkualitas.
e. Menyediakan tenaga kerja, sarana dan prasarana pendidikan yang memadai baik jumlah maupun mutunya.
f. Memberikan kemudahan bagi berkembangnya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.
g. Menciptakan sistem pemerintahan yang baik (good governmance)

E. PENUTUP
Pendidikan memang bukan satu-satunya penyebab dari keadaan bangsa yang seperti ini, namun sistem pendidikan yang selama ini kita jalankan mempunyai andil terhadap situasi bangsa kita dewasa ini. Pendidikan sangat menentukan kemajuan dan kejayaan serta peradaban suatu bangsa. Sehubungan dengan itu, pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana kinerja sistem pendidikan nasional selama ini. Apakah ada sesuatu yang salah dalam sistem pendidikan nasional kita, dan kalau ada upaya apa yang perlu kita lakukan agar pendidikan dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap masa depan yang lebih baik melalui pembangunan generasi muda yang cerdas dan, berbudi pekerti luhur, serta mempunyai kepedulian tinggi terhadap bangsanya.
Ini merupakan tantangan serius yang harus dihadapi oleh bangsa ini yang selama ini juga harus menghadapi tantangan ekonomi, sosial budaya, politik, dan lain sebagainya. Tetapi hal-hal tersebut dikarenakan tidak meratanya pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu pemerintah harus menjadikan pendidikan sebagai salah satu prioritas utama dengan menyediakan anggaran yang cukup untuk membiayai pendidikan ini. Dalam hal ini termasuk memberikan insentif para guru sehingga hidup mereka juga benar-benar terjamin.
Wajah dunia pendidikan nasional merupakan representasi paling pas dari kondisi yang kini tengah melanda bangsa Indonesia. Sistemnya yang carut-marut, visi dan orientasinya yang tak jelas, pengelolaannya yang asal jalan. Tanpa perubahan yang mendasar tersebut, pendidikan tidak akan pernah bisa memiliki mutu dan kualitas yang diharapkan.
Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh pendidik itu sendiri tetapi juga oleh banyak faktor lain di luar pendidikan yang meliputi seluruh sector kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu, pemerintah mempunyai peran yang sangat menentukan, karena pemerinatah adalah representasi Negara. Yaitu berkenaan dengan kewajiban pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan (formal dan informal) yang telah diatur dalam konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah mempunyai andil sebagai regulator dan fasilitator untuk mengembangkan pendidikan yang adil, luas dan bermutu. Karna bagaimana pun hebatnya kepemimpinan pemerintah tidak ada artinya jika generasi yang berkualitas dan masyarakat yang bermartabat tidak dibangun. Dengan demikian, perlu adanya kerjasama yang sinergik antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah untuk memajukan pendidikan di Indonesia.


[1] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, 2003) hal.2.
[2] Azra, azyumardi, Pendidikan Islam: Terpadu dan Modernisasi Menuju Melenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002) cet. Ke-IV, hal.4.
[3] Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2002, Bab II, Pasal 3, (Bandung: Fokus Media,2003).
[4] Rosyadi, Khoiron, Pendidikan Profetik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) cet, ke-I, hal.152-158
[5] H.A.R. Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2006) cet, ke-I, hal.10.
[6] Ibid., hal.5
[7] Ibid., hal.4-5
[8] Ibid.
[9] Ibid.,hal 75.
[10] Ibid., hal. 79

0 komentar:

Posting Komentar

Tags


English German Dutch Portuguese Italian Russian Greek Brazilian French Spanish Arabic Korean Japanese Chinese Indonesian

BAGAIMANA KOMENTARMU

DENGARKAN LAGU DISINI

Blog Archive

Blog Archive