Rabu, 30 Mei 2012

REKONSTRUKSI PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Posted by One Stop Info Blog 18.24, under | No comments



A. PENDAHULUAN
Dewasa ini, pendidikan menjadi salah satu barang mahal yang sulit dijangkau oleh masyarakat bawah. Ia bak barang mewah yang hanya bisa dinikmati oleh anak-anak orang kaya. Sehingga ada yang mengatakan. “Orang miskin dilarang sekolah!” Kondisi ini sangat mirip dengan zaman kolonial dahulu yang hanya menghendaki orang-orang dari golongan ningrat saja yang dapat mengenyam pendidikan. Anak-anak pribumi seolah hanya boleh menjadi buruh-buruh majikannya. Dengan kondisi yang semacam ini masyarakat miskin semakin bodoh dan tertinggal.
Selain itu untuk mendapatkan sekolah bermutu dan berkualitas pun sangat sulit diraih. Penelitian Human Depelomment Indeks (HDI) mengungkapkan bahwa, mutu pendidikan di Indonesia semakin merosot dalam 60 tahun terakhir. Pada tahun 2004 saja pendidikan kita berada di urutan ke-111 dari 175 negara. Problem pun terjadi disana sini; mulai dari sarana yang tidak memadai, membengkaknya anak putus sekolah, obral ijazah, ketidakprofesionalan para pendidik, jual beli nilai, kurikulum yang selalu berubah-ubah, sampai pada output peserta didik dengan kualitas yang serba tanggung. Sehingga hasilnya pun banyak yang jauh dari harapan.
Padahal untuk menciptakan pendidikan yang bermutu dan berkualitas hanya ada 3 syarat yang harus dipenuhi: (1) Sistem pendidikannya (seperti kurikulum,tempat belajar,alat bantu pengajaran dan lain-lain) efisien; (2) Penyelenggaraan pendidikannya kafa’ah (capable) dan amanah (tidak korupsi); (3) dan yang paling penting adalah tersedianya dana publik yang dikelola oleh negara dan memang didedikasikan untuk pendidikan.
B. DEFINISI PENDIDIKAN
1. Pengertian Dasar Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pembinaan dan pengembangan diri dari tiap-tiap individu yang terarah dalam usaha meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sehingga individu-individu tersebut dapat mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Istilah pendidikan dinamai paedagogie dan paedagogik. Pada awalnya istilah paedagogie muncul pada karya Comenius (pampela). Kata paedagogie berasal dari bahasa Yunani yang disebut Pias yang artinya anak. Dan Ago yang artinya saya membimbing. Disamping itu, ada juga yang mengatakan bahwa kata asal pendidikan adalah Paedos yang artinya anak dan Agoge yang artinya saya membimbing/memimpin. Jadi menurut pendapat ini, istilah Paedagogie atau Paedagogik bisa berarti saya membimbing/memimpin anak.
Bab I pasal 1 Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) mencantumkan, ”pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya”.[1]
Selain pengertian dari istilah di atas, terdapat pula praktisi pendidikan yang mengemukakan pendapatnya. Ki Hajar Dewantara seperti yang dikutip Azra mengatakan bahwa pendidikan pada umumnya adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak-anak, agar selaras dengan alam dan masyarakatnya.[2]
Disamping itu pendidikan merupakan salah satu syarat utama dalam upaya meneruskan dan mengekalkan nilai-nilai kebudayaan masyarakat. Dan ia menjadi faktor penentu dari kebangkitan sebuah peradaban, dimana tidak bisa dipungkiri perannya sebagai unsur penting pencetak SDM yang unggul.
Pengertian pendidikan bahkan bisa lebih diperluas cakupannya sebagai aktivitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental, dan sosial. Sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak, yang kedua pengertian ini harus bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam yang bersumber dari al Qur’an dan Sunnah (Hadist).
Dengan demikian, pendidikan merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan bagi masyarakat. Tanpa adanya pendidikan, masyarakat akan kehilangan arah untuk menjalani kehidupannya. Mereka tidak akan pernah tahu bagaimana bergelut dalam roda perekonomian, bermasyarakat, bersosialisasi, bahkan melakukan aktifitas politik, dan lain sebagainya yang tentu saja itu hanya bisa dipelajari dengan jalan pendidikan.

2. Konsepsi Pendidikan
Implikasi yang diharapkan dari definisi pendidikan diantaranya, pertama, pendidikan dilakukan oleh pendidik kompeten di bidangnya, tanpa meninggalkan nilai-nilai agama pada dirinya. Kedua, pendidikan dilakukan berdasarkan tatanan normatif Ilahiyah. Ketiga, pendidikan dilakukan sesuai dengan potensi anak didik. Keempat, pendidikan tidak hanya sekedar berorientasi pada kehidupan sekarang, akan tetapi juga berorientasi pada kehidupan yang akan datang. Kelima, pendidikan harus bertanggungjawab penuh pada perkembangan anak didik, baik kepada masyarakat, maupun kepada Allah SWT. Keenam, pendidikan harus merencanakan dan melaksanakan kegiatan pendidikan sesuai dengan sunatullah, dan ketujuh, proses pendidikan harus melibatkan semua saluran, baik saluran formal maupun non formal dalam upaya pengembangan pribadi anak didik, sehingga mampu menangkal perbuatan amoral.
Dalam Undang-Undang Nomor 20/2002 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), disebutkan bahwa:
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”[3]
Ada dua kalimat penting yang perlu dicermati secara seksama. Kalimat “menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,” dan kalimat “menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Kalimat-kalimat diatas menunjukan integritas dan sinergi dari tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh pemerintah. Yaitu untuk membentuk watak atau karakter yang kuat, serta membangun peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa. Karena kemajuan suatu bangsa sesungguhnya dapat dilihat dari seberapa besar perhatian pemerintah terhadap taraf pendidikan masyarakatnya. Investasi dalam pendidikan pada hakikatnya adalah membentuk keunggulan sumber daya manusia atau human capital yang tentu saja tidak bisa dilakukan secara instan. Sehingga dibutuhkan kesabaran dan ketekunan untuk menjalaninya.


3. Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Seperti telah disinggung dimuka, pendidikan merupakan syarat utama dalam upaya meneruskan dan mengekalkan nilai-nilai kebudayaan masyarakat. Dengan kata lain, pendidikan merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan bagi masyarakat.
Khusus untuk pendidikan Islam para ahli telah sepakat bahwa yang menjadi sumber dalam pendidikan Islam adalah Al-Qur’an, hadits, dan ijtihad yang dilakukan para mujtahid dalam menjawab fenomena yang muncul dan jawabannya tidak tertera secara terperinci di dalam Al-Qur’an dan hadits.[4]
Selain itu dasar-dasar pendidikan Islam adalah nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Hadits. Warisan pemikiran Islam juga merupakan dasar penting yang tidak bisa dipisahkan dengan proses pengembangan pendidikan Islam.

4. Ruang Lingkup Pendidikan Islam
Pendidikan memang mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Karena ajaran Islam juga mempunyai cakupan yang luas, tentang tata hidup yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Yaitu hubungan manusia dengan Tuhan (ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah), hubungan antara manusia dengan manusia yang lain (muamalah), dan hubungan manusia tersebut dengan dirinya sendiri.
Dan dalam Islam, menuntut ilmu merupakan salah satu ibadah yang sangat mulia. Bahkan diwajibkan, karena melihat betapa pentingnya pendidikan tersebut dalam rangka membangun peradaban. Bahkan Islam tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan melihat pada masa kekhalifahan dahulu, agama Islam dan para pemikirnya menjadi rujukan dan pusat ilmu pengetahuan yang sangat maju pada masa itu. Bahkan negara-negara maju saat ini pun tidak apa-apanya kalau dahulu tidak ikut belajar dengan negara Islam.

C. KONDISI PENDIDIKAN DAN SOLUSI ISLAM
1. Fakta Pendidikan
Persoalan pendidikan adalah persoalan hidup dan kehidupan manusia yang senantiasa terproses dan berkembang dalam kehidupannya. Pendidikan sudah menjadi jantung sebuah negara yang tidak bisa dipisahkan dengan kemajuan negara tersebut. Dan keduanya mempunyai timbal balik yang tidak bisa dipungkiri. Apabila pendidikan di sebuah negara tersebut maju dan berkualitas tinggi, biasanya negara tersebut juga menjadi sebuah negara yang berkualitas dan diperhitungkan oleh negara-negara lain. Begitu juga apabila tingkat pendidikan di sebuah negara tersebut terpuruk, maka bisa dipastikan stabilitas dan proses pemerintahannya pun akan banyak bermasalah.
Hal ini sangat jelas, mengingat pendidikan merupakan hal urgen yang bisa dijadikan tolak ukur. Dari pendidikan lah kita belajar melakukan aktifitas ekonomi, sosial, politik, dan lain sebagainya. Maka jelas lah sudah bahwa jika kita ingin membangun sebuah peradaban yang bermartabat dan sempurna, kita harus mengawalinya dengan pendidikan yang berkualitas dan bermutu tinggi. Sehingga kita siap untuk bersaing dengan negara-negara yang lebih dahulu maju.
Memang pada saat ini pendidikan di Indonesia bisa dikatakan telah berkembang pesat, melihat banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang bisa ikut mengenyam pendidikan dibandingkan pada masa kolonial. Tapi itu tentu saja tidak bisa dikatakan berkembang secara baik apabila hal itu tidak diiringi dengan kualitas yang bagus dan bisa diandalkan.
Secara umum ada beberapa hal yang mendasari hal ini. Memasuki abad ke-21 gelombang globalisasi dirasakan sangat kuat dan terbuka. Kemajuan teknologi dan perubahan yang terjadi secara mengglobal setelah usainya Perang Dingin memberikan kesadaran baru melihat Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Dia berada ditengah-tengah dunia baru, dunia terbuka sehingga orang bisa membandingkannya dengan negara-negara lain.[5]
Selain daripada itu kualitas pembinaan dari pada guru, kesempatan belajar yang tersedia di dalam lingkungan sekolah dan masyarakat, serta biaya-biaya yang optimal yang dibutuhkan di dalam pendidikan yang berkualitas rupa-rupanya belum secara merata dapat dinikmati oleh anak-anak bangsa.[6]
Di tengah kontroversi kualitas pendidikan nasional ada juga yang beranggapan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia juga sudah berkembang dengan baik dan mampu bersaing dengan negara-negara lain melalui kemenangan-kemenangan yang diraih oleh para siswanya dalam lomba-lomba internasional, misalnya dalam olimpiade fisika dan matematika.[7] Tapi hal tersebut hanyalah sebagian kecil dari beribu-ribu siswa yang terpuruk dengan sistem pendidikan yang ada sekarang. Walaupun kita juga harus tetap bangga dengan prestasi-prestasi tersebut.
Kurangnya komitmen pemerintah pusat dan daerah untuk menjadikan pendidikan sebagai titik-tolak reformasi masyarakat dan bangsa Indonesia menuju masyarakat yang cerdas dan demokratis, sebenarnya telah tampak dalam ketiadaan arah pengembangan pendidikan nasional. Sebenarnya prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh siswa-siswi Indonesia dalam olimpiade internasional bisa dijadikan indikator sementara bahwa kemerosotan mutu pendidikan nasional tidak terletak pada kemampuan intelejensi para siswa Indonesia tetapi lebih disebabkan karena kesempatan yang tidak merata untuk memperoleh pendidikan yang baik dan berkualitas.
Seperti diketahui bahwa kualitas pendidikan bukan hanya ditentukan oleh kurikulum serta tersedianya sumber-sumber belajar yang memadai (opportunity to learn, OTL).[8] Karena sudah beberapa kali bangsa ini merubah kurikulum pendidikannya yang dianggap kurang sesuai, tapi pada kenyataannya aktifitas tersebut justru menjadi masalah baru yang harus dihadapi oleh para pendidik.
Pada tahun 1994, bangsa ini memberlakukan kurikulum CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) kemudian berganti dengan KBS (Kurikulum Berbasis Sekolah). Pada tahun 2004 yang lalu diganti lagi dengan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Tak lama berumur, tahun 2006 diganti lagi dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan persiapan yang sangat tidak matang. Sehingga para guru-guru lah yang menjadi imbas dari kebijakan tersebut. Dan yang terjadi bukanlah peningkatan mutu dan kualitas pendidikan tetapi menimbulkan suatu polemik baru yang itu tentu saja bisa menghambat kemajuan pendidikan di Indonesia.
Di lain sisi evaluasi yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas pada tahun 2004 juga menunjukan kerancuan pendidikan di negara ini. Dari 2,7 juta guru yang diperiksa diindikasikan bahwa ada ketidaksesuaian ijazah yang mengajar di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Tentu hal ini bukan sesuatu yang menggembirakan melihat kecenderungan ini bisa mengakibatkan makin merosotnya pendidikan di Indonesia. Ada sekitar 66,11 persen guru SD yang tidak memiliki ijazah sesuai ketentuan, guru SMP sekitar 39,99 persen, dan guru SMA sekitar 34,08 persen. Selain itu, secara umum terdapat 15,21 persen guru pada berbagai jenjang pendidikan dasar dan menengah yang mengajar tidak sesuai kompetensinya.
Hasil survei dari Human Development Index (HDI) menunjukan bahwa sebanyak 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% guru SMU, dan 34% guru SMK belum memenuhi standarisasi mutu pendidikan nasional. Lebih berbahaya lagi jika dilihat dari hasil temuan yang menunjukan 17,2% guru di Indonesia mengajar bukan pada bidang keahlian mereka.
Berdasarkan data-data di atas semakin terlihat problem majemuk yang terjadi dalam pendidikan Indonesia. Banyak hal yang perlu diperbaiki dan banyak hal yang harus ditingkatkan, sehingga pemerintah harus mulai berbenah diri untuk menanggapi hal tersebut secara serius. Bahkan kalau perlu pemerintah harus mulai membuka mata dan kembali memasuki pelosok-pelosok terpencil untuk memastikan bahwa pendidikan ini bisa dinikmati oleh segenap kalangan. Sehingga pemerintah juga dapat mengawal setiap pelaksana kebijakan dalam hal pendidikan.
2. Alat-alat pendidikan
a. Kurikulum dan Standarisasi Pendidikan
Dalam Permen No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi memang telah diatur dan ditetapkan tentang Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) semua mata pelajaran masing-masing jenis dan jenjang pendidikan, termasuk mata pelajaran agama. Hal itu berarti materi pembelajaran telah ditentukan berdasarkan SK dan KD. Tetapi dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidik (KTSP) sejak tahun 2006 lalu, memberikan peluang baru kepada guru-guru untuk mengembangkan indikator sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Untuk itu para pendidik hendaknya mulai mengevaluasi kembali akan tujuan pendidikan tersebut, yaitu untuk mengembangkan dan memajukan taraf berfikir seluruh peserta didik sehingga mereka mampu bersaing dan memajukan pendidikan di negeri ini. Tentu saja itu semua harus dilakukan bersama-sama dan kerja keras yang serius antara objek dan subjek pendidikan.
Dalam konteks pendidikan nasional Indonesia diperlukan standar yang hendak dicapai di dalam kurun waktu tertentu dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Hal ini berarti perlu perumusan yang jelas dan terarah dan fisible mengenai tujuan pendidikan.[9] Untuk itu hendaknya kurikulum disusun berdasarkan sudut pandang seperti kurikulum yang berdasarkan kepada mata pelajaran (subject matter curriculum), kurikulum yang berorientasi kepada kebutuhan anak (child centered curriculum), dan kurikulum berdasarkan kepada kebutuhan kehidupan yang nyata (life-skill curriculum).[10]

b. Tenaga Pendidik
Guru dituntut memiliki profesionalisme. Guru yang profesional bukan hanya sekedar alat untuk transmisi kebudayaan, tapi juga mentransformasikan kebudayaan ke arah budaya yang dinamis dan menuntut penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, produktivitas yang tinggi dan kualitas kerja yang bermutu.
Dalam bidang profesi, seorang guru profesional berfungsi untuk mengajar, mendidik, dan melaksanakan penelitian tentang pendidikan. Dalam bidang kemanusiaan, seorang guru juga berperan sebagai pengganti orangtua dalam peningkatan kemampuan intelektual peserta didik. Guru profesional juga harus mampu memfasilitasi peserta didik untuk mentransformasikan potensi yang dimiliki menjadi kemampuan dan keterampilan yang bermanfaat bagi manusia.
Selain itu, seorang guru profesional adalah guru yang komunikator yang dapat berkomunikasi dengan siswanya dalam upaya mengembangkan kepribadian peserta didik. Dan kalau perlu dapat menguasai bahasa digital, sehingga dapat mengarahkan anak didiknya untuk terus menggali pengetahuan dan informasi-informasi yang membangkitkan taraf berpikir dari dunia cyber.
Selain itu seorang guru harus mampu menanamkan pengetahuan agama dengan baik kepada peserta didik. Karena hal ini bisa menjadi sangat penting, melihat selama ini kemerosotan akhlak dan prilaku remaja dikarenakan kurangnya pendidikan agama yang mereka dapat di sekolah. Oleh karena itu banyak penjahat-penjahat di negeri ini yang sebenarnya pintar dalam bidang akademis tetapi lemah dalam bidang agama sehingga mereka tidak segan-segan melakukan tindakan korupsi dan penipuan yang jelas-jelas banyak merugikan negara ini.
Seorang guru juga harus memenuhi kualifikasi, antara lain:
a) Kafa’ah (menguasai materi dan metodologi, juga mampu menjalin hubungan baik dengan siswa)
b) Amanah (terpercaya dan bertanggungjawab sebagai pendidik)
c) Qudwah hasanah (sebagai agen transfer nilai, patut diteladani)
d) Himmatu al-‘amal (semangat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja)
e) Sidiq dan tabligh


c. Manajemen Pendidikan
Sistem pendidikan nasional (sisdiknas) adalah suatu sistem yang kompleks dan sangat dipengaruhi faktor eksternal dan internal. Seringkali faktor eksternal justru lebih merusak dari pada faktor internal. Misalnya saja tayangan saluran TV yang banyak menunjukan pertentangan nilai moral dan susila yang selama ini menjadi komoditas yang diunggulkan. Itu jelas merusak upaya mendidik bangsa agar bermoral dan berkarakter.
Karena keberhasilan sistem pendidikan tidak hanya ditentukan oleh sistem pendidikan itu sendiri akan tetapi ditentukan oleh berbagai faktor lain diluar sistem pendidikan, maka pengaturan terhadap faktor diluar sistem itu pun menjadi sangat penting.
Oleh karena itu perlu usaha dan pelaksanaan yang sistemik untuk menghadapi arus globalisasi yang datang bersamaan dengan modernisasi. Untuk itu seluruh instrumen pendidikan harus lebih ekstra dalam sebuah manajemen yang baik sehingga kita semua dapat mewujudkan masa depan bangsa yang baldhatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

D. PERAN KELUARGA, SEKOLAH, MASYARAKAT
DAN PEMERINTAH DALAM MEMBANGUN PENDIDIKAN
1. Peran Keluarga
Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama sebelum anak memasuki lembaga resmi pendidikan. Oleh karena itu peran keluarga untuk pengembangan kepribadian diri anak juga tidak bisa dipisahkan dari proses pendidikan. Dalam hal ini keluarga harus:
a. Menciptakan suasana keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah yang kondusif bagi pendidikan anak dalam keluarga.
b. Menanamkan, mengokohkan, dan mengembangkan nilai-nilai iman/aqidah pada anak, termasuk kecintaan kepada Allah, Rasulullah dan Al-Quran.
c. Mengajarkan, mengarahkan dan memberi teladan pelaksanaan syariat Islam. Serta menanamkan pemahaman dan mendorong implementasi tsaqofah Islam dalam kehidupan sehari-hari.
d. Mengawasi dan melindungi anak dari pengaruh buruk media massa, serta menyediakan sarana dan prasaran yang memadai bagi pendidikan anak.

2. Peran Sekolah
a. Menanamkan (secara terstruktur) dan meningkatkan iman/aqidah peserta didik, melanjutkan, melengkapi, dan mengokohkan pembinaan aqidah yang dilakukan keluarga.
b. Mengajarkan, mengarahkan dan mengajarkan tsaqofah Islam secara structural dan memberi teladan pelaksanaan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
c. Mengajarkan sains, teknologi, dan seni (sainsteks) yang tidak bertentangan dengan tsaqofah Islam.
d. Menumbuhkan jiwa pemimpin dan membentuk kapabilitas kepemimpina terhadap siswa.

3. Peran Masyarakat
a. Anggota masyarakat harus peduli dan aktif memberikan kritik yang membangun terhadap proses pendidikan yang dilakukan sekolah, keluarga, dan lingkungannya.
b. Melaksanakan pendidikan informal yang sejalan dengan pendidikan di keluarga dan sekolah.
c. Mendorong negara untuk mencegah dan melarang munculnya hal-hal kontraproduktif terhadap pendidikan.

4. Peran Pemerintah
Peran pemerintah adalah hal yang paling urgen dalam menentukan nasib pendidikan bangsa ini. Dalam kaitannya dengan pendidikan, UUD 1945 pasal 31 mengamanatkan bahwa: (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan anggaran belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Selanjutnya, Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 11 menyatakan: (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa deskriminasi; (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidiakn setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun.
Menyelenggarakan sistem pendidikan yang berkualitas tidak hanya terbatas pada penyelenggaraan pendidikan itu sendiri tetapi juga menciptakan iklim yang mendukung terselenggaranya sistem pendidikan tersebut guna mencapai tujuannya yaitu menyiapkan generasi yang cerdas, berakhlak mulia, dan mempunyai kepedulian terhadap masa depan bangsa.


Untuk itu pemerintah harus melakukan hal-hal berikut:
a. Merumuskan dan menetapkan peraturan perundangan yang memungkinkan penyelenggaraan program pendidikan dapat mencapai tujuannya.
b. Merumuskan dan menetapkan peraturan perundangan yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan yang adil, luas, dan berkualitas.
c. Menyelaraskan (sinkronisasi) berbagai program pembangunan.
d. Menetapkan kebijakan yang berpihak kepada peningkatan dan perluasan pendidikan yang berkualitas.
e. Menyediakan tenaga kerja, sarana dan prasarana pendidikan yang memadai baik jumlah maupun mutunya.
f. Memberikan kemudahan bagi berkembangnya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.
g. Menciptakan sistem pemerintahan yang baik (good governmance)

E. PENUTUP
Pendidikan memang bukan satu-satunya penyebab dari keadaan bangsa yang seperti ini, namun sistem pendidikan yang selama ini kita jalankan mempunyai andil terhadap situasi bangsa kita dewasa ini. Pendidikan sangat menentukan kemajuan dan kejayaan serta peradaban suatu bangsa. Sehubungan dengan itu, pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana kinerja sistem pendidikan nasional selama ini. Apakah ada sesuatu yang salah dalam sistem pendidikan nasional kita, dan kalau ada upaya apa yang perlu kita lakukan agar pendidikan dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap masa depan yang lebih baik melalui pembangunan generasi muda yang cerdas dan, berbudi pekerti luhur, serta mempunyai kepedulian tinggi terhadap bangsanya.
Ini merupakan tantangan serius yang harus dihadapi oleh bangsa ini yang selama ini juga harus menghadapi tantangan ekonomi, sosial budaya, politik, dan lain sebagainya. Tetapi hal-hal tersebut dikarenakan tidak meratanya pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu pemerintah harus menjadikan pendidikan sebagai salah satu prioritas utama dengan menyediakan anggaran yang cukup untuk membiayai pendidikan ini. Dalam hal ini termasuk memberikan insentif para guru sehingga hidup mereka juga benar-benar terjamin.
Wajah dunia pendidikan nasional merupakan representasi paling pas dari kondisi yang kini tengah melanda bangsa Indonesia. Sistemnya yang carut-marut, visi dan orientasinya yang tak jelas, pengelolaannya yang asal jalan. Tanpa perubahan yang mendasar tersebut, pendidikan tidak akan pernah bisa memiliki mutu dan kualitas yang diharapkan.
Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh pendidik itu sendiri tetapi juga oleh banyak faktor lain di luar pendidikan yang meliputi seluruh sector kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu, pemerintah mempunyai peran yang sangat menentukan, karena pemerinatah adalah representasi Negara. Yaitu berkenaan dengan kewajiban pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan (formal dan informal) yang telah diatur dalam konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah mempunyai andil sebagai regulator dan fasilitator untuk mengembangkan pendidikan yang adil, luas dan bermutu. Karna bagaimana pun hebatnya kepemimpinan pemerintah tidak ada artinya jika generasi yang berkualitas dan masyarakat yang bermartabat tidak dibangun. Dengan demikian, perlu adanya kerjasama yang sinergik antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah untuk memajukan pendidikan di Indonesia.


[1] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, 2003) hal.2.
[2] Azra, azyumardi, Pendidikan Islam: Terpadu dan Modernisasi Menuju Melenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002) cet. Ke-IV, hal.4.
[3] Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2002, Bab II, Pasal 3, (Bandung: Fokus Media,2003).
[4] Rosyadi, Khoiron, Pendidikan Profetik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) cet, ke-I, hal.152-158
[5] H.A.R. Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2006) cet, ke-I, hal.10.
[6] Ibid., hal.5
[7] Ibid., hal.4-5
[8] Ibid.
[9] Ibid.,hal 75.
[10] Ibid., hal. 79

PROPOSAL PENELITIAN PENDIDIKAN

Posted by One Stop Info Blog 18.20, under | No comments



Pengantar
Dalam kenyataan, menyusun penelitian pada umumnya dan proposal penelitian untuk skripsi khususnya tidaklah semudah yang diduga oleh para mahasiswa; karena dalam proposal dituntut setidaknya ada 8 point yang harus dijelaskan secara singkat dan padat. Kedelapan point tersebut merupakan satu kesatuan yang sistemik, sehingga berkait kelindan antara satu dan lainnya. Begitu alur, pola, urutan pemikiran, dan logika penulisan tersusun dengan baik dalam proposal, maka separoh dari kerja penulisan skripsi telah rampung
Proposal yang baik-serius tidak dapat disusun secara mendadak. Proposal merupakan puncak akumulasi permasalahan dan kegelisahan akademik yang ingin dicari pemecahannya oleh si penulis atau pengaju proposal. Dosen metodologi penelitian yang terlalu terjebak pada tehnik penelitian biasanya melupakan unsur pokok ini. Praktek pengajaran metodologi penelitian seperti ini adalah ibarat badan tanpa ruh. Selesai kuliah teori, tidak menjamin proposal penelitian akan mudah tersusun dengan sendirinya. Tanpa kegelisahan akademik yang mendalam proposal yang baik sulit tersusun.
Proposal yang baik tersusun secara alamiah lewat kesinambungan kegelisahan akademik dari pengaju proposal itu sendiri – bukan dari Dosen Pengampu mata kuliah atau Pembimbing Akademik – jauh sebelum, selama, dan sesudah menyelesaikan perkuliahan teori. Oleh karena itu, penyusunan proposal penelitian lebih sulit dari pada praktek penulisan skripsi, karena kerangka teori harus dibangun terlebih dahulu dengan baik oleh penulis proposal penelitian sebagai alat untuk membedah dan menganalisis problem akademik yang sedang ia hadapi dan ingin ia pecahkan.
Panjang proposal penelitian diperkirakan antara 10 sampai 30 halaman; sedang urut-urutan dan item-item berpikir dalam menyusun proposal penelitian disarankan menyentuh hal-hal berikut:

Pendahuluan (Summary)
Permasalahan, persoalan atau kegelisahan akademik (Hypothesis, problem, or question)
Pentingnya topik penelitian (Importance of topic)
Hasil-hasil penelitian terdahulu (Prior research on topic)
Bagaimana penelitian itu akan dikerjakan atau diselesaikan (Research approach/methodology)
Pembatasan masalah dan penekanan istilah-istilah kunci (Limitation and key assumptions)
Sumbangan dalam pengembangan keilmuan/ilmu-ilmu Islam (Contribution to knowledge)
Penjelasan singkat tentang sistematika penulisan dan bab-bab (2-3) halaman rencana penulisan (Descriptions of proposed chapter)


Penjelasan

Pendahuluan (Summary)

Dalam praktik dilapangan, penulisan pendahuluan hampir selalu dirancukan dan dikaburkan dengan studi pustaka atau survey literatur. Seringkali terjadi bagian pendahuluan berpanjang-panjang (melelahkan untuk dibaca) dan belum pula sempat menggiring munculnya kata-kata kunci bahwa skripsi dengan judul yang diusulkan itu memang perlu, atau bahkan suatu keharusan untuk dikerjakan. Sebaiknya, pendahuluan (atau mungkin tanpa harus disebut pendahuluan) skripsi cukup satu atau dua halaman, namun harus memenuhi kriteria penulisan pendahuluan yang singkat dan padat. Tentu yang dimaksud dengan “pendahuluan” dalam penulisan skripsi akan merangkum secara singkat garis besar isi skripsi. Bab pendahuluan dalam skripsi bukanlah naskah proposal yang telah disetujui pembimbing atau forum seminar proposal yang kemudian dipindahkan begitu saja ke naskah skripsi. Bab ini harus ditulis di akhir kerja penelitian karena ia akan beralih fungsi menjadi semacam “guide” bagi pembaca untuk memahami secara singkat isi pokok keseluruhan isi skripsi atau buku

Pentingnya topik penelitian (Importance of topic)

Yang biasa terjadi, pengaju proposal penelitian kurang bisa meyakinkan pembaca/korektor proposal atau peer review mengenai pentingnya topik yang ia ajukan. Padahal, topik atau judul skripsi boleh saja sama asalkan ada kejelasan kerangka teorinya (theoretical framework), kejelasan letak kajian yang akan dikerjakan dibandingkan dengan tulisan yang sudah ada (prior research on topic), sisi-sisi yang belum dikerjakan oleh orang lain. Bahkan jika skripsi disusun dalam rangka menolak karya orang lain, atau mau menawarkan reinterpretasi baru adalah sangat dianjurkan. Lebih-lebih kalau aspek kajiannya berbeda. Yang justru tidak bisa diterima adalah: isinya sama dengan yang sudah ada meskipun judulnya berbeda (pengulangan, jiplakan atau daur ulang penelitian), merasa bahwa judul skripsi baru pertama ditulis – kecuali kalau memang benar-benar baru (ini hubungannya dengan prior research on topic) dan semacamnya

Penelitian terdahulu (Prior research on topic)

Ini yang sering menjadi kekurangan dan kelemahan proposal khususnya yang dirancang untuk pengembangan Studi Islam. Yang sering terjadi (a) ketika menjelaskan studi pustaka, biasanya penulis menyebutkan judul-judul buku tanpa menjelaskan apa isi dari buku tersebut yang relevan dan terkait langsung dengan persoalan akademik yang hendak dibahas dalam skripsi yang diajukan. Disini bahayanya menggunakan istilah survey leteratur karena dalam istilah ini kalau tidak hati-hati akan dipahami sebagai buku apa saja dapat diakses, dibaca dan kemudian dimasuk-masukan (terkesan dipaksakan) masuk ke proposal. Padahal bukanlah demikian. Oleh karena itu lebih tepat dengan istilah prior research on topik. Istilah ini mengandung makna bahwa tidak semua buku yang dibaca harus masuk ke proposal atau naskah skripsi, tetapi hanya buku-buku dan hasil penelitian terdahulu yang terkait sajalah yang perlu dipertimbangkan dengan cermat. (b) sering sekali tidak menyebutkan karya yang sudah dikerjakan orang lain, seolah-olah dirinyalah yang paling pertama mengerjakan materi yang dibahas (pioneer), (c) kerangka teori tidak mendapat prioritas penjelasan, padahal dalam penulisan skripsi, tesis, lebih-lebih disertasi kerangka teori ini amat sangat penting
Padahal seharusnya; kalau umpama (a) ternyata sudah ada yang menulis dengan hasil yang sama, maka batallah kajian hipotesa yang sedang dikerjakan. Meskipun pada hakekatnya tidak menjiplak; apalagi kalau jelas-jelas menjiplak. Sama halnya (b) dengan tidak mengakui karya orang lain, yang berarti adanya ketidakjujuran; dan (c) tidak tahu karya orang lain berarti kekosongan teoritis dan kemiskinan pustaka
Dengan demikian pertanyaan dosen kepada mahasiswa yang berencana menulis/melakukan penelitian skripsi atau tesis dimulai berupa jurnal, berapa artikel, berapa buku yang telah ditelaah dalam hubungannya dengan rencana penulisan skripsi, tesis atau disertasi yang akan dikerjakan? Problem apa yang paling menggelisahkan mahasiswa secara akademis, sehingga ia memilih topik penelitian seperti itu? Apa kaitan rencana penulisan yang akan dlakukan dengan hasil penelitian terdahulu? Jika mahasiswa tidak dapat menjelaskan hal ini, maka secara otomatis dia tidak dapat menjelaskan dimana letak (State of affairs) penelitian yang akan dikerjakan diantara sekian banyak hasil penelitian dan buku-buku yang telah diterbitkan sebelumnya. Dari sini lalu dapat terpantau kadar orisinalitas atau keaslian penelitian dan kemungkinan duplikasi dengan skripsi, tesis atau disertasi yang ditulis sebelumnya.

Bagaimana penelitian itu akan dikerjakan atau diselesaikan (Research approach/methodology)

Pada prinsipnya, methodology dan approaches (pendekatan) adalah bersifat subjektif. Dalam arti bahwa masing-masing peneliti mempunyai taktik dan strategi penelitian yang harus berbeda antara satu dan lainnya. Methodology apalagi approaches yang pernah digunakan oleh peneliti lain belum tentu dan mungkin tidak akan cocok untuk diterapkan begitu saja dalam wilayah penelitian yang hendak kita rencanakan. Dari sini dapat dilacak apakah ada kemungkinan duplikasi atau daur ulang penelitian atau tidak.

Pembatasan masalah dan penekanan istilah-istilah kunci (Limitation and key assumptions)

Sering kita jumpai, para penulis skripsi atau penelitian mau menulis dan memuat segala macam pengetahuan. Seolah-olah ilmu si penulis mau ditumpahkan seluruhnya dalam skripsi atau sebuah penelitian. Ini tidak benar, oleh kerena itu harus ada batasan-batasan. Batasan ini akan menolong untuk memberi fokus pada bahasan yang akan dikerjakan. Bisa saja dengan mengatakan bahwa: “research ini tidak akan mencakup….”. Sedang yang dimaksud dengan “Batasan Judul” atau “Batasan Permasalahan”, bukanlah definisi-definisi kata perkata”; tetapi lebih pada pembatasan aspek, wilayah, atau hal apa saja yang akan dan yang tidak akan menjadi sasaran penelitian ini.

Sumbangan dalam pengembangan keilmuan/ilmu-ilmu Islam (Contribution to knowledge)

Misalnya memuat: (a) dapat memberi masukan yang bernilai ilmiah…., (b) dapat memberi informasi yang bermanfa’at…, (c) memperkaya khazanah kepustakaan…..,.

Penjelasan singkat tentang sistematika penulisan dan bab-bab (2-3) halaman rencana penulisan (Descriptions of proposed chapter)

Kesalahan umum yang biasa dijumpai disini adalah dalam bentuk pemindahan begitu saja rencana daftar isi skripsi pada bagian ini. Tanpa disertai dengan argumen yeng memuaskan mengapa urut-urutan Bab-bab disusun seperti itu. Mengapa Bab III berbunyi seperti itu, apa hubungannya dengan Bab sebelumnya dan bagaimana hubungan dengan Bab berikutnya.
Yang lebih dipentingkan disini adalah uraian tentang urut-urutan Logis (Logical Sequence) dari penyusunan bab I, II, III, IV, atau V. Bagaimana hubungan antar Bab tersebut. Setidaknya dalam Logical Sequence penulisan skripsi harus tergambar dengan jelas bentuk piramida (atau bentuk lain yang dipilih) antara akar, batang dan buah penulisan atau penelitian. Dengan begitu pembaca akan mudah mengikuti logika penulisan yang disusun oleh penulis

Penutup
Hal yang juga penting adalah keseragaman penggunaan pedoman penulisan bibliografi, footnotes, struktur/susunan, dan semacamnya yang bersifat formalitas berdasarkan buku panduan penulisan skripsi perguruan tinggi bersangkutan.
Selain itu bahasa harus baik dan benar menurut kaidah bahasa Indonesia yang baku. Kalau tidak mudah dipahami, bagaimana pembaca proposal dan lebih-lebih naskah skripsi akan menyetujui[1]





Pengertian Metodologi Penelitian
Metodologi dapat didefinisikan sebagai:
a Ilmu untuk mengetahui metode
b Jalan untuk mengetahui knowledge (keilmuan)
c Cara untuk mencapai keilmuan melalui proses dialiktika[2]
d Model pendekatan untuk mendapatkan kebenaran

Dalam dunia ilmiah, istilah metodologi juga biasa digunakan; misalnya dalam penelitian hadits, penelitian hukum Islam, penelitian studi Islam, dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya, lihat grafik berikut ini:

No

Jenis Penelitian

Fokus Penelitian

Hasil yang diupayakan untuk diketahui
1

2

3





4

Metodologi Penelitian Hadits

Metodologi Penelitian Hukum Islam

Metodologi Penelitian Studi Islam





Dan lain sebagainya

Hadits Nabi

Hukum Islam

Islam sebagai wahyu, gejala budaya dan gejala sosial


…………….


Kualitas Hadits

Istinbat Hukum Islam

Mengetahui perbedaan mana dari agama yang bersifat normatif dan mana yang bersifat historis

……………………….

Sedangkan penelitian adalah:

Satu kesatuan proses dan prosedur atau rangkain kegiatan berfikir ilmiah yang terarah; yang dilakukan secara rasional, sistematis, objektif dan empiris
Merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Berdasarkan defenisi di atas, terdapat empat hal yang perlu dipahami lebih lanjut, yaitu:




Cara ilmiah




Data




Tujuan




Kegunaan atau manfa’at

Penjelasan
Penelitian itu merupakan cara ilmiah, berarti penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu, rasional, empiris, dan sistematis. Rasional artinya kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris artinya cara-cara yang digunakan dalam penelitian itu teramati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang akan digunakan.[3] Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis
Data yang diperoleh melalui penelitian itu mempunyai criteria tertentu, yaitu harus valid, reliable, obyektif. Valid menunjukkan derajat ketepatan, yaitu ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada obyek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti. Misalnya data dalam obyek berwarna putih, maka data yang terkumpul oleh peneliti juga harus berwarna putih. Reliable menunjukkan derajat konsistensi (keajegan) yaitu konsistensi data dalam interval waktu tertentu. Misalnya data yang terkumpul dari obyek kemaren berwarna putih, maka sekarangpun atau besok juga harus tetap berwarna putih. Obyektif (lawannya subyektif) menunjukkan derajat persamaan persepsi antar orang (interpersonal agreement). Jadi kalau orang tertentu melihat bahwa obyek itu berwarna putih, maka orang lainpun akan menyatakan sama yaitu putih


Tujuan penelitian secara umum dimaksudkan untuk:
* Penemuan, maksudnya data yang diperoleh dari penelitian itu betul-betul data yang baru yang sebelumnya belum pernah diketahui
* Pembuktian, maksudnya data yang diperoleh itu diperlukan untuk membuktikan adanya keraguan terhadap suatu pengetahuan
* Pengembangan, maksudnya data yang diperoleh dari penelitian itu digunakan untuk memperdalam dan memperluas suatu pengetahuan[4]

Tujuan Penelitian secara khsusu adalah:
Untuk mengungkapkan kebenaran tentang sesuatu. Kebenaran tentang sesuatu itu secara umum akan diungkapkan berupa usaha untuk membuktikan mengenai “ada”-nya sesuatu atau “kemungkinan ada”-nya sesuatu, dengan menunjukkan data yang membenarkan adanya itu.[5]

Kegunaan/Manfaat Penelitian




Secara umum data yang diperoleh dari penelitian dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam kehidupan manusia.
Memahami berarti memperjelas suatu masalah yang sebelumnya tidak diketahui lalu menjadi tahu. Memecahkan berarti meminimalkan atau menghilangkan masalah. Mengantisipasi berarti suatu upaya dilakukan sehingga masalah tidak timbul

Dalam Prakteknya Penelitian Dilakukan Melalui Tiga Tahapan, Yaitu:
- Pembuatan Rancangan Penelitian /proposal
- Pelaksanaan Penelitian
- Pembuatan Laporan Penelitian

Persiapan Penelitian
Suatu penelitian ilmiah selalu dimulai dengan perencanaan yang seksama. Perencanaan disusun secara logis dan sistematis. Penelitian ilmiah disini adalah segala aktivitas yang berdasarkan disiplin ilmiah untuk mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisa fakta-fakta masyarakat, kebudayaan, kelakukan, keyakinan ruhani manusia guna menemukan prinsip-prinsip pengetahuan dan metode-metode baru dalam usaha menanggapi hal-hal tersebut. Baik tidaknya suatu rencana bergantung kepada kemampuan daya pikir, daya ramal dan pengalaman si peneliti di bidang penelitian. Berhasil atau gagalnya suatu penelitian mencapai sasaran dan tujuan dilandasi oleh sempurna tidaknya suatu rencana.

Peneliti hendaklah ia seorang yang:
· Kompeten; artinya, mempunyai kemampuan yang cukup untuk melakukan penelitian secara ilmiah, sanggup merumuskan konsep-konsep teoritis terhadap masalah yang menarik untuk diteliti, merumuskan hipotesa-hipotesa, menentukan variabel-variabel yang perlu diteliti, mengetahui data yang perlu dikumpulkan untuk kemudian dituangkan dalam kesimpulan pada laporan.
· Objektif; artinya, tidak mencampur adukan antara pendapat sendiri dengan kenyataan.
· Faktual; artinya, bekerja hanya dengan fakta
· Jujur; artinya, tidak hanya mencari data yang menyokong hipotesanya saja dengan mengesampingkan data lain yang tidak menyokong hipotesanya.
· Terbuka; artinya, bersedia memberikan bukti-bukti atau memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menguji kebenaran dari proses dan hasil penelitiannya.

Fokus Metodologi Penelitian
Seperti yang dijelaskan sebelumnya; metodologi adalah suatu cara atau metode untuk mengetahui sesuatu yang layak diketahui melalui kerja penelitian. Sedangkan penelitian adalah kerja ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dari itu dapat diketahui bahwa metodologi penelitian adalah suatu cara untuk mengetahui bagaimana kerja ilmiah itu dilakukan.
Mengingat cakupan dari pengetian metodologi penelitian seperti yang disebut di atas terlalu luas. Maka bagi penulis dikira perlu membatasinya pada lapangan pendidikan saja; dengan alasan diktat sederhana ini memang dikhususkan untuk memudahkan mahasiswa jurusan pendidikan untuk memahami bagaimana prosedur sebuah penelitian, khususnya penelitian pendidikan itu dilakukan dan diselesaikan.
Berbicara tentang pendidikan berarti juga berbica tentang komponen-komponen yang ada dalam istilah/kata pendidikan tersebut; dan sekaligus merupakan lapangan dan atau batasan penelitian pendidikan. Komponen dimaksud adalah: kepala sekolah, manajemen pengelolaan sekolah, guru, siswa, media pengajaran, sarana prasarana, kurikulum, metode pengajaran, dan lain sebagainya.



Contoh dalam Judul:
a Kompetensi Guru Bahasa Arab di MTsN Barabai Tahun 2007
b Alam sebagai media efektif dalam pembelajaran agama Islam
c Pengaruh kebersihan WC dengan prestasi siswa di madrasah (Studi korelasi antara sekolah yang ber-WC bersih dengan sekolah yang ber-WC kotor)
d Implementasi KTSP di sekolah berwawasan unggulan
e Proses belajar mengajar Akidah Akhlak di MTSN (Kajian Metodologi pengajaran)
f Pengaruh tontonan televisi terhadap pendidikan Akhlak siswa
g Pengaruh pendidikan Islam di STAI Barabai terhadap pembentukan moralitas mahasiswa
h Profesionalisme guru Bahasa Arab di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
i Manajemen Pemerintahan Berbasis Profetik Intelegent
j Wacana pendidikan Islam menurut Datu Kalampaian[6]

Tiga Istilah Dasar Dalam Penelitian
Yang dirasa penting dan sangat berguna bagi seorang peneliti sebelum melakukan kajian penelitian adalah mengetahui beberapa istilah, yang dalam hal ini bisa kita sebut dengan istilah dasar/kunci dalam penelitian. Pengetahuan akan ketiga istilah ini akan memberikan kemudahan bagi peneliti sendiri dan orang yang akan membaca hasil penelitiannya tentang gambaran dari isi hasil penelitian tersebut. Ketiga istilah tersebut adalah: “Konsep, Variabel, dan Definisi Operasional”

Apa Itu Konsep?
• Konsep adalah penggambaran ide-ide atau hal-hal atau gejala sosial yang dinyatakan dalam istilah atau kata
• Konsep ada yang sederhana dan ada pula yang rumit

Contoh :
· Meja, kursi kampus (sederhana)
· Masyarakat, organisasi, peranan, ketakwaan, status sosial, integrasi, konflik (abstrak)
• Guna menghindari kebingungan mengenai makna suatu konsep, konsep tersebut harus didefinisikan
• Memahami konsep merupakan masalah penting dalam suatu penelitian
• Melalui suatu konsep pengertian-pengertian mengenai sesuatu menjadi jelas
• Dengan demikian konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diteliti
• Menentukan adanya hubungan antara variabel yang satu dengan yang lain
Misalnya :
1. Konsep tentang ideologi, yaitu “Tingkatan sejauh mana orang menerima hal-hal yang dilematis dalam agama”.
2. Apakah seseorang percaya tentang malaikat, hari kiamat, surga, dan neraka secara dogmatis.
3. Konsep tentang ritual “Tingkatan sejauhmana orang menerima dan mengerjakan kewajiban dalam ajaran agama. (shalat, puasa, zakat, haji).

Apa itu Variabel?
Kebanyakan konsep ilmu-ilmu sosial berada pada tingkatan abstrak. Untuk mengamati dan mengukur harus diubah menjadi konkrit. Konsep yang lebih konkrit itu dikenal dengan variabel
Variabel
• Konsep yang mengandung lebih dari satu nilai
• Konsep yang mengandung variasi nilai
• Pengelompokan yang logis dari dua atau lebih aribut
Misalnya;
• Variabel warna :merah, putih, kuning
• Variabel seks :laki-laki, perempuan
• Variabel tingkatan pendidikan :TD, TM, TT
• Variabel jenis pendidikan :SD, MI, SMI
• Ada dua orang tokoh, seorang buruh pria,berusia tua, bertubuh pendek, dan berpenghasilan rendah. Tokoh yang lainnya seorang wanita muda, ia seorang majikan, berpenghasilan tinggi, serta betubuh jangkung.
• Atribut :à pria-wanita, usia tua-muda, penghasilan: tinggi-rendah, buruh-majikan

Ada dua variabel
1. variabel independen
2. variabel dependen
Variabel independen adalah : variabel bebas, variabel pengaruh
Variabel dependen adalah : variabel terikat, variabel terpengaruh
Untuk lebih mudahnya dalam pemahaman, berikut akan dijelaskan dengan menggunakan istilah bahasa yang sudah disederhanakan.
Penjelasan:

Konsep : sesuatu yang tingkat abstraksinya sangat tinggi
: generalisasi dari fenomena-fenomena sejenis
: Bersifat abstrak dan tidak dapat diraba dengan panca
indera
ex. : konsep pendidikan
kata pendidikan bisa digambarkan orang berbeda-beda
Variabel : sesuatu yang abstrak tapi sudah bisa diukur
: konsep yang sudah demikian konkrit hingga bisa
didukung
: konsep tidak ada yang konkrit, tetapi setelah ditarik
ke variabel maka akan sangat konkrit
Devinisi operasional : sebuah variabel yang sudah dijelaskan secara jelas dan detil

Contoh:
“PENDIDIKAN ISLAM DI STAI BARABAI”
Pendidikan > konsep
Pendidikan Islam > variabel (konkrit tapi konsep, konsep tapi konkrit)
STAI Barabai > definisi operasional / keseluruhan dari judul
· Penelitian pendidikan berarti penelitian konsep
· Penelitian pendidikan Islam berarti berbicara tentang variabel
Berdasarkan penagamatan kita, judul di atas hanya mempunyai satu variabel yaitu “Pendidikan Islam”; maka dari kesimpulan itu dapat kita tarik bahwa judul seperti yang dimaksud di atas tidak mempunyai hipotesis atau kesimpulan sementara. Kenapa? Karena hipotesis/hipotesa ada jika dalam judul terdapat dua variabel seperti:
“PENGARUH PENDIDIKAN ISLAM DI STAI BARABAI
TERHADAP PEMBENTUKAN MORALITAS MAHASISWA”
Mana variabelnya?
Pengaruh pendidikan Islam
Pembentukan moralitas
Judul dengan varian seperti ini dapat kita buatkan hipotesisnya, yaitu:
Ø Jika pendidikan Islam di STAI Barabai berjalan dengan baik, maka moralitas mahasiswa akan baik
Ø Tidak ada pengaruh pendidikan Islam terhadap pembentukan moralitas mahasiswa

Merumuskan Judul
Ada orang yang berpendapat bahwa sebaiknya judul penelitian ditulis selengkap mungkin sehingga dengan membaca judul dapat diketahui kehendak peneliti dengan kegiatannya itu. Sebaliknya yang lain berpendapat bahwa judul penelitian sebaiknya sesingkat mungkin. Jika pembaca ingin tahu apa yang dimaksud lebih lanjut harus membaca penjelasan di bagian lain. Itu tidak menjadi persoalan, tetapi dalam judul penelitian yang lengkap diharapkan sekurangnya mencakup:

Sifat dan jenis penelitian
Objek yang diteliti
Subjek penelitian
Lokasi/daerah penelitian
Tahun/waktu terjadinya penelitian[7]


Contoh;
Kompetensi Guru Bahasa Arab di MTsN Barabai Tahun 2007
- Kompetensi : sifat atau jenis problem
- Bahasa Arab : objek penelitian
- MTsN : subjek penelitian
- Barabai : lokasi penelitian
- Tahun 2007 : tahun terjadinya penelitian

Inti dari kegiatan penelitian adalah mengungkap dan menjawab pertanyaan berikut:

Latar Belakang Masalah
Batasan Masalah
Perumusan Masalah
Tujuan dan Arti Penting Penelitian
Kajian Pustaka (Prior Research)
Kerangka Teoritik
Prosedur Penelitian
Sistematika Pembahasan



Penjelasan;
1. Masalah dalam Penelitian
a Setiap penelitian memerlukan masalah
b Tidak ada penelitian tanpa masalah
c Tidak semua masalah harus melalui penelitian
Catatan.
Pemecahan yang tepat atas suatu masalah tidak mungkin diperoleh jika masalahnya tidak jelas, tidak terumuskan dengan tegas.

Apa itu Masalah
Ø Segenap persoalan yang perlu dipecahkan
Ø Adanya kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa kenyataannya
Ø Makin jauh jarak antara keduanya makin besar masalah tersebut

Hal-hal yang Perlu Dipertimbangkan
v Apakah masalah tersebut menarik untuk dipecahkan ?
v Apakah menghasilkan temuan baru ?
v Apakah dapat dibatasi/disederhanakan ?
v Apakah datanya dapat diperoleh ?
v Apakah ada kemampuan (teoritis/metodologis)

Masalah Bisa Ditemukan Melalui:
v Pengalaman; pengamatan terhadap realita dan fakta
v Bahan bacaan; melalui kajian pustaka (Prior Research)
v Konsultasi dengan ahli; ahli pendidikan, sosiolog, antropolog, dst

Pertanyaan Mendasar dari Masalah yang Diangkat
1. Apa yang ingin aku ketahui?
2. Bagaimana cara mengetahuinya?
3. Apa manfa’at dari pengetahuan tersebut?
Latar Belakang Masalah
Latar belakang atau konteks penelitian dikemukan sebagai pijakan filosofis, teoritis dan strategis bagi penelitian yang layak dilakukan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam latar belakang, adalah:
1. Adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan, antara teoritik dan praktik, antara Das Sein (apa yang benar-benar terjadi) dan Das Sollen (apa yang seharusnya terjadi)
2. Keaslian penelitian yang dibuktikan dengan data bahwa masalah yang diangkat belum pernah dipecahkan oleh peneliti terdahulu atau sudah pernah tetapi belum sempurna atau melanjutkan penelitian terdahulu atau sudah pernah tetapi perlu dikaji ulang sebagian atau keseluruhan atau untuk mengoreksi hasil penelitian terdahulu atau berbeda sama sekali dengan penelitia terdahulu
3. Alasan-alasan mengapa masalah yang dikemukanan dianggap menarik, penting, perlu dan layak diteliti dan bermanfaat diteliti. Untuk semuanya itu dikemukakan alasan yang rasional
4. Kedudukan masalah yang diteliti dalam lingkup permasalahan yang lebih luas. Misalnya penelitian penulis: Analisis Kebijakan Pendidikan Islam di MAN 2 Banjarmasin Kalimantan Selatan”. Dalam latar belakangnya antara lain penulis mengemukakan ketertinggalan mutu pendidikan Indonesia dengan mutu pendidikan negara-negara ASEAN lainnya; juga tentang UU No. 22 dan 25 tentang Otonomi Daerah yang merupakan landasan pijak kebolehan kepala sekolah melakukan kebijakan-kebijakan strategis untuk kemajuan sekolah yang dipimpinnya.
5. Keunikan masalah yang diangkat, artinya kekhususan dari problem yang diangkat tidak lazim dilakukan

Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah dilakukan; dipilih sejumlah masalah (dua, tiga, atau empat) disertai penjelasan ruang lingkup masalah, baik keluasan maupun kedalamannya. Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah, terfokus, dan tidak melenceng ke mana-mana. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan materi, kelayakan, dan keterbatasan dari peneliti tanpa keluar dari jalur penelitian ilmiah. Karena adanya keterbatasan waktu, biaya, tenaga, teori-teori, dan agar penelitian dapat dilakukan secara mendalam, maka tidak semua masalah akan diteliti. Untuk itulah peneliti memberi batasan, variabel apa saja yang akan diteliti, serta bagaimana hubungan variabel satu dengan variabel lainnya. Berdasarkan batasan masalah ini, maka selanjutnya dapat dirumuskan masalah penelitian[8]

Rumusan Masalah
- Masalah perlu dirumuskan dan dibatasi
- Bila masalahnya sudah jelas, perlu dirumuskan secara fungsional
- Rumusannya berupa pertanyaan
- Kalimat yang digunakan berbentuk pertanyaan, seperti bagaimana, sejauh mana, dst. Dan diakhiri dengan tanda tanya / ?
Secara mendasar seorang peneliti terlebih dahulu mengetahui “apa” yang akan ditelitinya. Mengenai “apa” yang dimasalahkan itu, telah sedemikian jelas dan terbatasi sebelumnya; sebab masalah ditemukan dalam penelitian kuantitatif berangkat dari pandangan bahwa ia telah mengetahui tentang apa yang belum diketahuinya. Sedangkan dalam penelitian kualitatif lebih cenderung bertolak dari pandangan “tidak mengetahui tentang apa yang tidak diketahuinya. Karenanya penelitian kualitatif pada tingkat awal biasanya hanya menyatakan focus atau pokok masalah yang kadarnya masih cukup umum. Pokusnya yang lebih spesifik/selektif akan berkembang di saat proses/berlangsungnya penelitian itu sendiri
Bagian “masalah” ini memuat rumusan masalah yang akan dipecahkan /dijawab melalui penelitian yang hendak dilakukan. Rumusan dalam kalimat pertanyaan adalah merupakan penuntun dalam kegiatan berikutnya agar tidak menyimpang dari usaha menjawab pertanyaan tersebut. Perumusan masalah pada dasarnya merupakan konkritidasi dari apa yang ada dalam latar belakang penelitian.
Karena itu pada bagian ini perumusan masalah harus jelas, berbentuk pentanyaan, apa, bagaimana; apa sebabnya. Perumusan dan pemilihan masalah harus memperhatikan implikasi “metodologi”, artinya perlu mempertimbangkan waktu, biaya, tenaga untuk riset kepustakaan, lapangan, analisis dan penulisan.
Rumusan masalah harus jelas dan konkrit, dimana pengertian-pengertian yang terkandung didalamnnya dirumuskan secara operasional. Sifat jelas dan konkrit itu memungkinkan peneliti secar eksplisit menjawab pertanyaan-pertanyaan, apa yang akan diteliti, siapa yang meneliti, mengapa diteliti, bagaimana melakukan penelitian, kapan dilaksanakan dan untuk apa penelitian itu diadakan. Jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut dirumuskan dengan terang. Diharapkan peneliti mengetahui dan menguasai factor-faktor dan variabel-variabel apa yang akan diukur dan apakah terdapat alat-alat pengukur yang tepat untuk tujuan tersebut. Problem pengukuran data ini ditentukan oleh jenis data yang perlu dikumpulkan.
Perumusan masalah ini penting, karena dalam rumusan masalahlah seorang promotor, penguji, pemberi dana, atau masyarakat pembaca menilai sebuah penelitian. Kepiawaian dalam memilih masalah penelitian dan mengemukakannya ditentukan dalam rumusan masalah
Untuk memastikan baik tidaknya masalah yang dipilih dan diajukan untuk diteliti, berikut dapat dijadikan sebagai penjajakan:
1. Apakah masalah tersebut dapat dijawab secara efektif melalui proses penelitian?
2. Apakah masalah tersebut cukup berarti nilai temuannya?
3. Apakah masalah tersebut merupakan sesuatu yang baru?
4. Apakah masalah tersebut memungkinkan (Visibel) untuk diteliti?
Untuk itu perlu juga ditanyakan:
1. Apakah diri peneliti cukup mampu untuk merancang dan menangani suatu penelitian tentang suatu masalah
2. Apakah dapat diperoleh data yang tepat dan memadai
3. Apakah dana untuk kegiatan penelitian memadai
4. Apakah peneliti punya cukup waktu selama kerja penelitian
5. Apakah diri peneliti punya cukup keberanian dalam kerja penelitian seandainya ada rintangan

Masalah Perlu Dirumuskan dan Didefenisikan
Dalam membuat sebuah difenisi harus diperhatikan:
1. Tidak mengandung istilah/konsep yang sedang didefinisikan, atau mengandung istilah yang sinonim, contoh : Konsep “pembangunan”adalah sebagai suatu keadaan yang sedang membangun
2. Suatu definisi tidak dirumuskan dalam kalimat yang negatif, contoh : Kursi adalah bukan meja
3. Suatu definisi disusun dalam bahasa yang sederhana, jelas, dan sistematis

Sumber-sumber Masalah
Sumber yang dapat diangkat sebagai masalah akademis dalam penelitian adalah dari bacaan, laporan hasil penelitian, skripsi, tesis dan desertasi. Pernyataan pemegang otoritas, pengamatan sepintas, pengalaman pribadi, perasaan intuitif. Dan untuk yang bertema pendidikan, berikut dapat menjadi contoh:

1. Pengalaman-pengalaman santri suatu pesantren
2. Kebutuhan dan sumber-sumber pengetahuan masyarakat
3. Program-program dan kegiatan masyarakat, pengajian, tahlilan, dst
4. Pemikiran tokoh
5. Etos kerja masyarakat muslim
6. Ziarah makam
7. Efektifitas pendidikan agama disekolah

2. Tujuan dan Arti Penting Penelitian
Tujuan penelitian merupakan keinginan-keinginan peneliti atas hasil penelitian dengan mengetengahkan indikator-indikator apa yang hendak ditemukan dalam penelitian; terutama yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian. Rumusan tujuan penelitian menyajikan hasil yang ingin dicapai setelah penelitian selesai dilakukan. Tujuan penelitian mengungkapkan keinginan peneliti untuk memperoleh jawaban atas permasalahan penelitian yang diajukan.
Oleh sebab itu, tujuan penelitian harus relevan dan konsisten dengan identifikasi masalah, rumusan masalah dan mencerminkan proses penelitiannya. Tujuan penelitian berkaitan erat dengan rumusan masalah yang dituliskan. Rumusan masalah dan tujuan penelitian ini jawabannya terletak pada kesimpulan penelitian.[9] Bila rumusan masalah ditulis dengan kalimat pertanyaan, seperti yang disebutkan di atas. Maka tujuan penelitian adalah jawaban dari rumusan masalah tersebut; biasanya digunakan istilah: untuk mengetahui, untuk melihat gambaran, dan lain sebagainya)
Contoh;
Judul “Pengaruh pendidikan Islam di STAI Barabai terhadap pembentukan
moralitas mahasiswa”
Rumusan Masalah
o Bagaimanakah gambaran pendidikan Islam di STAI Barabai?
o Sejauh mana pendidikan Islam di STAI Barabai mempengaruhi moralitas mahasiswa?
Tujuan Penelitian
o Untuk mengetahui gambaran pendidikan Islam di STAI Barabai
o Untuk mengetahui hubungan pendidikan Islam di STAI Barabai terhadap pembentukan moralitas mahasiswanya
Arti penting penelitian atau kegunaan penelitian atau signifikansi penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan. Kegunaan penelitian adalah untuk menjelaskan tentang manfa’at dari penelitian itu sendiri. Adapun kegunaan penelitian itu minimal memuat dua hal, yaitu: (1) kegunaan untuk mengembangkan ilmu atau kegunaan teoritis, (2) kegunaan praktis ialah membantu memecahkan dan mengantisipasi masalah yang ada pada objek yang diteliti.[10] Dari sumber yang lain bisa ditambah: kegunaan untuk pribadi, seperti untuk syarat kelulusan sarjana strata 1 (S1)[11]
Contoh;

Secara pribadi, penelitian ini sangat penting bagi peneliti sebagai syarat yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar sarjana strata I (S1) pada Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, jurusan Pendidikan Bahasa Arab.
Secara akademisi, penelitian ini berguna sebagai tambahan ilmu dan pengalaman lapangan peneliti dalam penerapan metodologi penelitian pendidikan Islam.
Yang berhubungan dengan kebijakan pendidikan; diharapkan penelitian ini bisa menjadi landasan pijak bagi sekolah, pemerintah daerah (kabupaten/kota) sebelum mengeluarkan kebijakan-kebijakan pendidikan, khususnya pendidikan Islam.
Menjadi bahan pembanding yang bermanfaat bagi peneliti, khususnya sebagai calon pendidik. Terutama dalam rangka pemilihan pendekatan, metode, dan teknik pengajaran bahasa Arab yang tepat dan efektif.
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara faktual tentang proses pembelajaran, sehinga dapat menentukan metode yang tepat dalam pelaksanaan pengajaran bahasa Arab.


3. Kajian Pustaka (Prior Research)
Sebelum peneliti terjun ke lapangan, langkah penting yang harus dilakukan adalah melakukan kajian kepustakaan atau penelusuran penelitian terdahulu yang memiliki kaitan langsung atau tidak langsung dengan permasalahan penelitian yang diangkat. Bahkan kajian pustaka juga sangat diperlukan sebelum peneliti menemukan permasalahan. Karena salah satu cara untuk menemukan masalah penelitian yang tepat adalah melakukan kajian pustaka atau penelusuran penelitian terdahulu.
Selanjutnya, peneliti menyusunnya secara teratur dan sistematis sehingga menjadi bangunan keilmuan (body of knowledge) yang menjadi pijakan, persepektif dan akan memperluas khasanah keilmuan peneliti terhadap masalah yang diangkat.
Kajian kepustakaan meliputi: pengidentifikasian secara sistematis, penemuan, dan analisis dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian[12]
Penelusuran bahan pustaka dalam proses penyusunan tinjaun pustaka memeliki beberapa manfaat, khususnya bagi peneliti sebelum melakukan penelitian, yakni:
1. Untuk memperdalam pengetahuan mengenai masalah yang akan diteliti
2. Untuk mempertajam konsep-konsep yang digunakan, sehingga mempermudah dalam perumusan hipotesis
3. Menyediakan dan menegaskan kerangka konsepsi atau kerangka teori untuk penelitian yang direncanakan
4. Untuk menghindarkan terjadinya pengulangan dari suatu penelitian. Pengualangan itu merupakan suatu pemborosan waktu, tenaga, dan biaya
5. Menyediakan informasi tentang:
· penelitian-penelitian yang lampau yeng berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Proses ini menghindari pengulangan (duplication) yang tidak disengaja dari penelitian-penelitian terdahulu dan membimbing kita pada apa yang perlu diteliti/selidiki
· metode-metode penelitian, populasi, sample, instrument pengumpulan data, dan perhitungan statistic yang digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Jika kita berhasil dalam kajian pustaka, maka kita membutuhkan bimbingan yang sedikit dari pembimbing karena pertanyaan yang akan dijawab dapat terjawab melalui kajian pustaka yang dilakukan pada tahap awal penelitian
· memberikan rasa percaya diri, sebab melalui kajian pustaka semua konstruk yang berhubungan dengan penelitian telah tersedia. Oleh karana itu kita menguasai informasi menganai subyek tersebut.
· Menyediakan temuan-temuan dan kesimpulan-kesimpulan penyelidikan terdahulu yang dapat dihubungkan dengan penemuan dan kesimpulan kita
6. Untuk menghindari pernyataan bahwa masalah penelitian “belum pernah diteliti” oleh orang lain, atau “baru” sama sekali. Boleh jadi masalah itu telah sering diteliti, namun laporannya belum pernah di baca oleh peneliti berikutnya. Manakala hal itu terjadi, bahkan sering terungkap dalam rencana penelitian, menunjukkan kedangkalan pengetahuan peneliti tentang masalah tersebut, di satu pihak; dan dipihak yang lain penelitian tentang masalah tersebut berjalan ditempat, bahkan mungkin mengalami kemunduran. Penelitian ilmiah seharusnya dilakukan dengan memanfaatkan hasil penelitian sebelumnya tentang subyek yang sama atau serupa, sehingga perkembangan ilmu dan penelitian terpelihara. Larangan penelitian terhadap subyek yang pernah diteliti secara tidak disadari merupakan penghambat perkembangan pengetahuan ilmiah, khususnya terhadap tradisi penelitian di kalangan masyarakat akademis

Kepustakaan (kajian pustaka) Konseptual dan Kepustakaan Penelitian
Pertama kajian pustaka konseptual; yaitu kajian terhadap artikel-artikel atau buku-buku yang ditulis oleh para ahli yang memberikan pendapat, pengalaman, teori-teori atau ide-ide tentang apa yang baik dan yang buruk, hal yang diinginkan dan yang tidak diinginkan berkaitan dengan masalah. Selanjutnya untuk peneliti pemula (seperti untuk penulisan skripsi) sebaiknya memulai dari tinjauan kepustakaan konseptual, karena kepustakaan ini lebih mudah diperoleh dibanding dengan kepustakaan penelitian. Tambahan, kepustakaan konseptual biasanya lebih mudah dimengerti dari pada kepustakaan penelitian. Ensiklopedi umum, buku-buku khusus, jurnal, majalah, makalah seminar dan diskusi ilmiah, terbitan resmi pemerintah dan indeks kepustakaan mengani bidang tertentu adalah sumber yang baik dari kepustakaan konseptual. Selain untuk peneliti pemula, kajian pustaka konseptual juga disarankan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian terhadap masalah yang “baru” yang mengalami kesulitan untuk menelusuri kepustakaan penelitian.
Kedua kajian pustaka penelitian atau penelusuran penelitian terdahulu; yaitu kajian terhadap hasil-hasil penelitian baik yang tidak diterbitkan maupun yang diterbitkan dalam bentuk buku, jurnal, maupun majalah ilmiah. Pengkajian terhadap kepustakaan penelitian sangat diperlukan bagi penelitian Tesis atau Disertasi. Pustaka yang ditelusuri dan diambil hendaknya menganut tiga prinsip, yaitu sumber primer, mutakhir, dan relevan. Dengan melakukan penelitian terdahulu, dapat diidentifikasi posisi dan peranan penelitian yang sedang dilakukan dalam konteks permasalahan yang lebih luas serta sumbangan yan mungkin dapat diberikan pada perkembangan ilmu pengetahuan terkait

4. Kerangka Teoritik
Secara sederhana teori dapat diartikan sebagai pernyatan (statement) tentang subyek tertentu. Subyek itu dapat berupa gejala alamiah, atau gejala social, atau gejala budaya. Ia dinyatakan secara deskriptif, terdiri atas satu atau beberapa pernyataan yang mengandung hubungan asimetris atau hubungan kausal, antara satu konsep dengan konsep yang lain. Yang lain, teori merupakan suatu pernyataan atau serangkaian pernyataan yang menggunakan konsep untuk menjelaskan masalah, tindakan atau perilaku manusia. Selain itu, teori adalah kerangka intelektual yang diciptakan untuk menangkap dan menjelaskan obyek yang dipelajari secara seksama
Kerangka teori sering juga disebut dengan istilah “Theoretical framework conceptual framework approach” = pendekatan perspective, point of view = sudut pandang atau paradigma, cara memandang suatu gejala/peristiwa atau disebut juga dengan cara menjelaskan
Kedudukan teori dalam penelitian sangat penting, terutama untuk penelitian tesis dan disertasi. Bahkan bobot sebuah penelitian sangat ditentukan oleh teori. Penelitian untuk skripsi biasanya hanya bersifat deskriptif tanpa menggunakan teori sebagai alat analisis. Penelitian untuk tesis biasanya menggunakan teori dalam memahami fenomena dengan harapan dapat menghasilkan temuan yang lebih mendalam, bahkan tidak jarang untuk menguji sebuah teori yang ada. Sedangkan untuk penelitian disertasi; bukan hanya menggunakan teori, melainkan diharapkan melahirkan teori baru atau temuan-temuan baru yang orisinil dan mandiri
Istilah teori lebih banyak dipakai dalam penelitian kuantitatif, sedangkan dalam penelitian kualitatif disebut perspektif. Dalam penelitian kuantitatif, teori berfungsi sebagai patokan dan pijakan penelitian untuk melakukan penelitian dan pengukuran terhadap obyek yang diteliti.

5. Hipotesis
Pada umumnya hipotesis dirumuskan untuk menggambarkan hubungan antara dua variabel, yaitu variabel penyebab dan variabel akibat.
Ex.., “Bila in put pendidikan baik, maka out put-nya pasti baik”
Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang penting kedudukannya dalam penelitian. Oleh karena itulah maka dari peneliti dituntut kemampuannya untuk dapat merumuskan hipotesis ini dengan jelas.
Beberapa syarat hipotesis:
1. Hipotesis harus dirumuskan dengan singkat tetapi jelas
2. Hipotesis harus dengan nyata menunjukkan adanya hubungan antara dua atau lebih variabel
3. Hipotesis harus didukung oleh teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli atau hasil penelitian yang relevan
Ada dua jenis hipotesis yang digunakan dalam penelitian:
1. Hipotesis kerja atau disebut dengan hipotesis alternative, disingkat Ha. Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel x dengan variabel y atau adanya perbedaan antara dua kelompok.
Rumusan hipotesis kerja;
a. Jika….., maka….
contoh, jika orang banyak makan, maka berat badannya akan naik
b. Ada perbedaan antara …., dan…..
contoh, Ada perbedaan antara penduduk kota dengan penduduk desa
dalam cara berpakaian
Ada pengaruh……. terhadap……..
contoh, ada pengaruh makanan terhadap berat badan
2. Hipotesis nol (nol hypotheses) disingkat Ho. Hipotesis nol sering juga disebut hipotesis statistis; karena biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistic, yaitu diuji dengan perhitungan statistic. Hipotesis nol menyatakan tidak ada perbedaan antara dua variabel, atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Pemberian nama “hipotesis nil” atau “hipotesis nihil” dapat dimengerti dengan mudah karena tidak ada perbedaan antara dua variabel.
Dengan kata lain, selisih variabel pertama dengan variabel kedua adalah nol atau nihil
Rumusan hipotesis nol
a. Tidak ada perbedaan antara….. dengan …..
contoh, tidak ada perbedaan antara guru senior dengan guru yunior dalam disiplin mengajar
b. tidak ada pengaruh…..terhadap…..
contoh, tidak ada pengaru jarak rumah ke sekolah terhadap kerajinan belajar siswa

Kekeliruan yang Terjadi dalam Pengujian Hipotesis
Telah berkali-kali dikatakan bahwa dalam perumusan hipotesis, dilakukan secara berhati-hati setelah peneliti memperoleh bahan yang lengkap berdasarkan landasan teri yang kuat. Namun demikian rumusan hipotesis tidak selamanya benar. Benar dan tidaknya hipotesis tidak ada hubungannya dengan terbukti dan tidaknya hipotesis tersebut. Mungkin seorang peneliti merumuskan hipotesis yang isinnya benar, tetapi setelah data terkumpul dan dianalisis ternyata bahwa hipotesis tersebut ditolak atau tidak terbukti. Sebaliknya mungkin seorang peneliti merumuskan hipotesis yang salah, tetapi setelah dicocokkan dengan datanya hipotesis yang salah tersebut terbukti. Keadaan ini akan berbahaya apabila mengenai hipotesis tentang sesuatu yang berbahaya.
Contoh, Belajar tidak mempengaruhi prestasi
Dari data yang terkumpul, memang ternyata siswa yang tidak belajar lulu dalan UN. Maka ditarik kesimpulan bahwa hipotesis tersebut terbukti
Tentu saja kesimpulan ini salah menurut norma umum. Pembuktian hipotesis mungkin benar. Akibatnya bisa berbahaya bila disimpulkan oleh siswa bahwa tidak ada gunanya mereka belajar. Yang salah adalah perumusan hipotesisnya. Dalam hal ini dapat terjadi perumusan hipotesisnya benar tetapi ada kesalahan dalam penarikan kesimpulan. Apabila teradi hal yang demikian kita tidak boleh menyalahkan hipotesisnya.
Kesalahan penarikan kesimpulan tersebut barangkali disebabkan karena kesalahan sample, kesalahan perhitungan ada pada variabel lain yang mengubah hubungan antara variabel belajar dan variabel prestasi yang pada saat pengujian hipotesis ikut berperan. Misalnya, factor untung-untungan, factor soal tes yang sudah bocor, factor menyontek dan sebagainya

6. Prosedur Penelitian
Di sini akan dijelaskan tentang:
1. Data; data primer dan data skunder
2. Sumber data; sumber data kuantitatif dan sumber data kualitatif
3. Tehnik pengumpulan data
Penjelasan
A)> Data primer data pokok
>Data skunder data penunjang

B) Pengertian sumber data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan.[13]
Apabila peneliti menggunakan tehnik observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda, gerak atau proses sesuatu. Peneliti yang mengamati tumbuhnya jagung, sumber datanya adalah jagung, sedang objek penelitiannya adalah pertumbuhan jagung. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data, sedang isi catatan subjek penelitian atau variabel penelitian[14]
Berikut kita klasifikasikan sumber data menjadi 3 dengan hurup depan p tingkatan dari bahasa Inggris, yaitu
P = person, Sumber data berupa orang
P = place, Sumber data berupa tempat
P = paper, Sumber data berupa simbol
Keterangan singkatnya:
Sumber data


Keterangan


Person,

Yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket

Place,



Yaitu sumber data yang bisa menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak

Diam, misalnya ruangan, kelengkapan alat, wujud
benda, warna, dll
Bergerak, misalnya aktivitas, kinerja, lalu kendaraan,
ritme nyanyian, gerak tari, sajian sinetron,
kegiatan belajar mengajar, dll

Keduanya merupakan objek untuk menggunakan metode observasi
Paper,

Yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar, atau simbol-simbol lain. Dengan pengertiannya ini maka “paper” bukan terbatas hanya pada kertas sebagaimana terjemahan dari kata “paper” dalam bahasa Inggris, tetapi dapat berwujud batu, kayu, tulang, daun lontas, dan sebagainya, yang cocok untuk penggunaan metode dokumentasi[15]

Ini adalah keterangan sumber data dilihat dari subjek di mana data menempel. Berikut akan kita bicarakan sumber data dalam hubungan dengan seluruh atau sebagian sumber data yang dijadikan sebagai subjek penelitian.
Sehubungan dengan wilayah sumber data yang dijadikan sebagai subjek penelitian ini, maka dikenal 3 jenis penelitian; yaitu

Penelitian populasi
Penelitian sampel
Penelitian kasus



Penjelasannya,
1. Penelitian populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi sensus
Contoh,
Semua televisi dari tipe yang sama yang diproduksi oleh suatu pabrik dalam satu tahun tertentu
Penelitian populasi dilakukan apabila peneliti ingin melihat semua liku-liku yang ada dalam populasi. Oleh karena subjeknya meliputi semua yang terdapat dalam populasi, maka juga disebut sensus


Objek pada populasi diteliti, hasilnya dianalisis, disimpulkan, dan kesimpulan itu berlaku untuk seluruh populasi
Misalnya ingin mengetahui kualitas semua televisi produksi PT Nasional. Setelah diadakan penelitian kepada “semua” produk televisi maka disimpulkan bahwa televisi buatan PT Nasional “bagus” atau “tidak bagus”
Tetapi apakah kita dapat meneliti semua televisi produksi PT Nasional?
Tentu saja tidak, karena setelah penelitian selesai PT Nasional masih memproduksi televisi. Jadi yang diteliti berarti tidak semua.
Penelitian populasi hanya dapat dilakukan bagi populasi terhingga dan subjeknya tidak terlalu banyak.
Produksi televisi PT Nasional tergolong populasi tidak terhingga. Jika peneliti memang ingin mengadakan penelitian populasi maka harus mengadakan pembatasan dulu, misalnya produksi televisi PT Nasional tahun 1980. dalam hal ini peneliti harus memeriksa kualitas televisi yang diproduksi oleh PT Nasional selama satu tahun, lalu disimpulkan sebagai manakah kualitasnya tersebut.[16]

2. Penelitian sampel
Jika kita hanya meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian tersebut adalah penelitian sampel. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel; yang dimaksud dengan menggeneralisasikan adalah mengangkat kesimpulan peneliti sebagai suatu yang berlaku bagi populasi.
Penelitian sampel baru boleh dilakukan apabila keadaan subjek dalam populasi benar-benar homogen. Apabila subjek populasi tidak homogen, maka kesimpulannya tidak boleh diberlakukan bagi seluruh populasi (tidak boleh digeneralisasikan). Misalnya kita akan meneliti apakah air teh di gelas sudah manis.
Air teh di gelas adalah populasi. Kita ambil sampelnya dengan mengambil satu ujung sendok dan kita cicipi. Jika kita rasakan manis, maka kesimpulan tersebut digeneralisasikan untuk air teh seluruh gelas. Kesimpulan bagi sampel, berlaku untuk populasi. Berbeda seperti dengan contoh berikut, kita ingin mengetahui apakah siswa di sekolah A pandai-pandai. Kita panggil seorang siswa yang kebetulan dapat kita jumpai. Setelah dites mengenai beberapa pelajaran, ternyata hasilnya memuaskan. Apakah dengan hasil tersebut kita boleh menggeneralisasikan bagi seluruh siswa di sekolah tersebut? Tentu saja tidak.
Kenapa? Karena boleh jadi siswa yang berhasil kita jumpai tersebut adalah juara kelas, maka tentu saja dia tidak mencerminkan keadaan populasi
Beberapa keuntungan jika kita menggunakan sampel, diantaranya:
1. Karena subjek pada sampel lebih sedikit dibandingkan dengan populasi, maka kerepotannya tentu kurang
2. Apabila populasinya terlalu besar, maka dikhawatirkan ada yang terlewati
3. Dengan penelitian sampel, maka akan lebih efesien (dalam arti uang, waktu, dan tenaga)
4. Ada bahaya bias dari orang yang menggumpulkan data. Karena subjeknya banyak, petugas pengumpul data menjadi lelah, sehingga pencatatannya bisa menjadi tidak teliti
5. Terkadang memang tidak mungkin melakukan penelitian populasi. Misalnya kita ingin meneliti pendapat siswa yang berusia 15 tahun tentang Ujian Nasional. Karena jumlah siswa berusia 15 tahun di Indonesia banyak, belum lagi wilayahnya yang luas. Dan lain sebagainya
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara mengambil sampel? Cara pengambilan sampel penelitian dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Sampel random, atau sampel acak, sampel campur
Sesuai dengan namanya, maka dalam pengambilan sampelnya, peneliti “mencampur” subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek dianggap sama. Dengan demikian maka peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan (chance) di pilih menjadi sampel. Oleh karena hak setiap subjek sama, maka penelitian terlepas perasaan ingin mengistimewakan satu atau beberapa subjek untuk dijadikan sampel.
Setiap subjek yang terdaftar sebagai populasi, diberi nonor urut mulai dari 1 sampai dengan banyaknya subjek. Di dalam pengambilan sampel biasanya peneliti sudah menentukan terlebih dahulu besarnya jumlah sampel yang paling baik. Untuk sekedar ancer-ancer, apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10 – 15% atau 20 – 25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari:
* Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana
* Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data
* Besar kecilnya risiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang risikonya besar, tentu saja jika sampel besar, haislnya akan lebih baik.[17]
Tehnisnya, misalnya kita mempunyai populasi sebanyak 1000 orang dan sampelnya kita tentukan sebanyak 200 orang. Setelah seluruh subjek diberi nomor, yaitu dari nomor 1 sampai dengan 1000, maka sampel random kita lakukan dengan salah satu cara demikian:
a Undian (untung-untungan)
Pada kertas kecil-kecil kita tuliskan subjek, satu nomor untuk setiap kertas. Kemudian kertas ini kita gulung. Dengan tanpa prasangka, kita ambil 200 gulungan kertas, sehingga nomor-nomor yang tertera pada gulungan kertas yang terambil itulah yang merupakan somor subjek sampel penelitian kita
b Ordinal (tingkatan sama)
Setiap 1000 orang subjek kita beri nomor, kita membuat 5 gulungan kertas dengan nomor 1, 2, 3, 4, 5. kita ambil satu, misalnya setelah dibuka tertera angka 3. Oleh karena sampel kita 200 padahal populasinya 1000 maka besarnya sampel seperlima dari populasi. Demikianlah maka kita ambil nomor dengan melompat setiap subjek, mulai dari nomor 3, lalu 8, 13, 18, 23, dan seterusnya. Dan kalau sudah sampai nomor terbawah padahal belum diperoleh 200 subjek, kita kembali ke atas lagi. Nomor–nomor yang terambil itulah nomor subjek sampel penelitian kita[18]
2. Sampel berstrata atau Stratified Sample
Apabila peneliti berpendapat bahwa populasi terbagai atas tingkat-tingkat atau strata, maka pengambilan sampel tidak boleh dilakukan secara random. Adanya starata, tidak boleh diabaikan, dan setiap strata harus diwakili sebagai sampel.
Catatan, ada kelompok ahli yang berpendapat bahwa penentuan strata penelitian harus dilakuakan secara hati-hati. Pemberian makna strata, kalau yang ternyata yang bersangkutan tahu, dapat berakibat menyinggung perasaannya.
Contoh, starata kekayaan
Kelompok I sangat kaya, kelompok II sedang, kelompok III miskin. Dalam hal ini kekayaan tidak perlu ditinjau dari tingkatannya, tetapi keadaan pemilikan harta benda; sehingga di dalam sampling, kita ketegorikan saja sebagai cluster sampling, yaitu sampel yang diambil berdasarkan kelompok, bukan strata pemilikan harta benda.
3. Sampel wilayah atau Area Probability Sample
Seperti halnya pada sampel berstrata dilakukan apabila ada perbedaan antara strata yang satu dengan strata yang lain, maka kita lakukan sampel wilayah apabila ada perbedaan ciri antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain.
Sampel wilayah adalah tehnik sampling yang dilakukan dengan mengambil wakil dari setiap wilayah yang terdapat dalam populasi. Sebagai misal, keita akan meneliti tingkat keberhasilan KB di seluruh Indonesia. Oleh karena terdapat 27 provinsi, dan masing-masing berbeda keadaannya, maka kita mengambil sampel 27 buah propinsi, sehingga hasilnya mencerminkan keberhasilan KB seluruh Indonesia
4. Sampel proporsi atau Proportional Sample atau sampel imbangan
tehnik pengambilan sampel proporsional atau sampel imbangan ini dilakukan untuk menyempurnakan penggunaan tehnik sampel berstrata atau sampel wilayah[19]
5. Sampel bertujuan atau Purposive Sample
Sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Tehnik ini biasanya dilakuakn dengan beberapa pertimbangan, misalnya alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh. Untuk melakukan pengambilan sampel dengan tehnik ini, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi:
a Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi
b Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subjects)
c Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi pendahuluan
Contoh,
Seorang mahasiswa jurusan Manajemen ingin meniliti faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesuksesan badan usaha. Mahasiswa ini mengambil koperasi sebagai objek penelitian. Dipilihnya dua koperasi yang sama-sama bergerak di bidang usaha toko/jual beli, sebuah diambil yang sukses dan sebuah lagi yang kurang sukses. Dalam hal ini peneliti menitikberatkan perhatiannya pada kemampuan manajer. Asumsi peneliti, manajer adalah faktor terpenting dalam mengelola toko tersebut.
Apabila sudah diketahui objek amatan, peneliti menentukan sumber data yang relevan. Siapa? Manajer sendiri, bawahan, dewan komisaris? Mengingat yang dilihat kemampuannya adalah manajer, tentu manajer itu sendiri ditentukan sebagai sumber data. Namun peneliti tidak boleh terlalu percaya pada manajer saja. Bukan karena manajer tidak bisa dipercaya, tetapi manajer adalah manusia, dan seperti manusia pada umumnya yang mempunyai sifat-sifat ingin menceritakan angan-angan lebih banyak dibandingkan fakta, peneliti perlu waspada. Kewaspadaan ini ditindaki dengan mengambil sumber data lain, yaitu para bawahan yang mengalami atau mengenal kepemimpinan para manajer dimaksud. Dengan demikian maka pengukuran kemampuan manajer dilakukan secara tidak langsung, yaitu mengenai penampilan kemampuan tersebut.
6. Sampel kuota atau Qouta Sample
Tehnik ini dilakukan tidak mendasarkan diri pada strata atau daerah, tetapi mendasarkan diri pada jumlah yang sudah ditentukan. Dalam mengumpulkan data, peneliti menghubungi subjek yang memenuhi persyaratan ciri-ciri populasi, tanpa menghiraukan dari mana asal subjek tersebut (asal masih dalam populasi). Biasanya yang dihubungi adalah subjek yang mudah ditemui, sehingga pengumpulan datanya mudah. Yang penting diperhatikan disini adalah terpenuhinya jumlah (quotum) yang telah ditetapkan.
7. Sampel kelompok atau Cluster Sample
Di masyarakat kita ada kelompok-kelompok yang bukan merupakan kelas atau strata. Dalam membicarakan masalah persekolahan, kita jumpai adanya kelompok sekolah SD, SLTP, SLTA. Kelompok-kelompok tersebut dapat dipandang sebagai tingkatan atau strata. Demikian juga adanya kelas atau tingkatan di masing-masing tingkatan sekolah. Akan tetapi jika kita menghendaki perwakilan dari sekolah negeri, bersubsidi, berbantuan, swasta, sebenarnya lebih tepat kita sebut kelompok daripada strata. Demikian juga kelompok pegawai negeri, TNI dan lain sebagainya.
Dalam menentukan jenis cluster atau kelompok harus dipertimbangkan dengan masak-masak apa ciri-ciri yang ada
8. Sampel kembar atau Double Sample
Sampel kembar adalah dua buah sampel yang sekaligus diambil oleh peneliti dengan tujuan untuk melengkapi jumlah apabila ada data yang tidak masuk dari sampel pertama, atau untuk mengadakan pengecekan terhadap kebenaran data dari sampel pertama. Biasanya sampel pertama jumlahnya sangat besar sedangkan sampel kedua yang untuk mengecek, jumlahnya tidak begitu besar[20]
9. Sampling Jenuh
Sampling jenuh ialah tehnik pengambilan sampel apabila semua populasi digunakan sebagai sampel dan dikenal juga dengan istilah sensus. Sampling jenuh dilakukan bila populasinya kurang dari 30 orang. Contoh, akan diadakan penelitian di laboratorium Bahasa Inggris MTsN mengenai tingkat keterampilan percakapan para siswa yang akan dikirim ke Amerika. Dalam hal ini populasi yang akan diteliti kurang dari 30 orang, maka seluruh populasi dapat menjadi sampel.[21]

3. Penelitian kasus
Penelitian kasus adalah penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tententu. Ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian kasus hanya meliputi daerah atau subjek yang sangat sempit. Tetapi ditinjau dari sifat penelitian, penelitian kasus lebih mendalam.
Contoh,
Di suatu kelas terdapat seorang siswa yang sangat menonjol, lain dari yang lain. Jika diajar tidak pernah tenang, sifatnya keras, suka membantah. Sikapnya berang. Tetapi prestasinya luar biasa baik. Siswa seperti ini pantas dijadikan “kasus”, artinya dijadikan subjek dalam penelitian kasus. Di dalam penelitian tersebut siswa diselidiki apa sebab mempunyai tingkah laku demikian. Apa latar belakangnya, bagaimana sejarahnya, dan seterusnya.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap satu sekolah, misalnya penelitian tentang pelaksanaan kegiatan UKS di sekolah tersebut dapat juga di pandang sebagai penelitian kasus. Kesimpulan penelitian tersebut hanya berlaku bagi sekolah yang diteliti.

C) Tehnik pengumpulan data
Tehnik pengumpulan data yang diperlukan di sini adalah tehnik pengumpulan data mana yang paling tepat, sehingga benar-benar didapat data yang valid dan reliable. Maksudnya jangan semua tehnik pengumpul data harus dicantumkan kalau sekiranya tidak dapat dilaksanakan; selain itu konsekuensi mencantumkan semua tehnik pengumpul data itu adalah: setiap tehnik pengumpulan data yang dicantumkan harus ada datanya. Memang untuk mendapatkan data yang lengkap dan objektif penggunaan berbagai tehnik sangat diperlukan; tetapi jika satu tehnik dipandang mencukupi, maka tehnik lain tidak perlu digunakan dan tidak efisien.
Jenis sumber data

Primer : pengambilan data yang dihimpun langsung
oleh peneliti
Skunder: Pengambilan data yang dihimpun melalui
tangan kedua

Metode pengumpulan data ialah tehnik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu kata yang abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihatkan penggunaannya melalui: angket, wawancara, pengamatan (observasi), ujian, dokumentasi, dan lain sebagainya. Peneliti dapat menggunakan salah satu atau gabungan tergantung dari masalah yang dihadapi
Instrument pengumpul data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data, agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Kaitan antara metode dan instrument pengumpulan data dapat dilihat seperti berikut:[22]
No

Jenis metode

Jenis instrumen
1




2


3





4


5

Angket (questionnaire)




Wawancara (interwiew)


Pengamatan (observation)





Ujian atau tes (test)


Dokumentasi

a Angket (questionnaire)
b Daftar cocok (checklist)
c Skala (scala)
d Inventori (inventory)

a Pedoman wawancara (interview guide)
b Daftar cocok (checklist)

a Lembar pengamatan
b Panduan pengamatan
c Panduan observasi (observation sheet atau observation schedule)
d Daftar cocok (checklist)

a Soal ujian (soal tes atau test)
b Inventori (inventory)

a Daftar cocok (checklist)
b Table

Data yang dikumpulkan dalam penelitian digunakan untuk menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan. Ada beberapa jenis cara atau metode dalam pengumpulan data di antaranya sebagai berikut
a. Metode observasi atau pengamatan
Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan:[23] juga diartiakan orang sebagai kegiatan atau tehnik pengumpulan data di mana peneliti mengadakan pencatatan dan pengamatan secara sistematis terhadap gejala-gejala yang dijadikan sasaran pengamatan.[24]
Dalam penelitian naturalistik kualitatif, metode pengamatan (observasi) berperan sangat penting, karena memungkinkan peneliti mendapatkan informasi yang lengkap, dan sesuai dengan setting yang dikehendaki. Pengamatan atau observai berperan serta dalam mengadakan pengamatan dan mendengarkan secermat mungkin sampai pada interaksi sosial, kedisiplinan, kinerja dan lainnya.[25]
Dalam pengumpulan data penelitian pendidikan, metode observasi bisa digunakan untuk mengetahui secara langsung hal yang berhubungan dengan gambaran sekolah, proses pembelajaran, dan lainnya.

b. Metode Interview atau wawancara
adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara ini digunakan bila ingin mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta jumlah responden sedikit. Beberapa faktor yang mempengaruhi arus informasi dalam wawancara, yaitu:


Faktor yang mempengaruhi dalam wawancara

Keterangan
Pewawancara




Responden


Pedoman wawancara


Situasi wawancara

Petugas pengumpul informasi yang diharapkan dapat menyampaikan pertanyaan dengan jelas dan merangsang responden untuk menjawab semua pertanyaan dan mencatat semua informasi yang dibutuhkan dengan benar

Pemberi informasi yang diharapakn dapat menjawab semua pertanyaan dengan jelas dan lengkap

Berisi tentang uraian penelitian yang biasanya dituangkan dalam bentuk daftar pertanyaan

Berhubungan dengan waktu dan tempat wawancara. Waktu dan tempat yang tidak tepat dapat menjadikan pewawancara merasa canggung untuk mewawancarai dan respondenpun enggan menjawab pertanyaan

Berdasarkan sifat pertanyaan, wawancara dapat dibedakan menjadi
1. Wawancara terpimpin
Dalam wawancara ini, pertanyaan diajukan menurut daftar pertanyaan yang telah disusun
2. Wawancara bebas
Maksudnya, terjadi tanya jawab bebas antara pewawancara dan responden, tetapi pewawancara menggunakan tujuan penelitian sebagai pedoman. Kebaikan wawancara ini adalah responden tidak menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang diwawancarai
3. Wawancara bebas terpimpin
Wawancara ini adalah perpaduan antara wawancara bebas dan wawancara terpimpin. Dalam pelaksanaannya, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.[26]

c. Metode Angket;
Adalah suatu daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang (anak yang ingin diselidiki).[27] Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi dari respon dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui.[28]
Menurut cara penyampaianya, metode ini dibagi menjadi dua macam, yaitu: metode angket langsung dan metode angket tidak langsung.[29]

d. Metode dokumentasi;
Metode ini ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian; meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter,[30] dokumen-dokumen (arsip surat dan catatan-catatan) dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Metode ini bisa dipergunakan untuk mengolah data-data mengenai sejarah berdirinya sekolah, situasi perkembangan sekolah, daftar guru, siswa, karyawan, keadaan sarana yang ada dan lainnya.[31]



ANALISIS DATA


Analisis data merupakan suatu usaha untuk membuat data yang diperoleh menjadi berarti. Banyaknya data yang terkumpul bila belum diolah secara sistematis, maka data tersebut belum memiliki arti. Analisis data dalam penelitian dapat dibedakan menjadi dua macam; yaitu: analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif.[32]

1. Analisis data kualitatif
Adalah penganalisaan terhadap data yang tidak berujud angka-angka, yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat sebagai berikut:
a. Metode induktif.
Yaitu suatu cara menarik suatu kesimpulan yang berangkat dari fakta-fakta yang bersifat khusus, kemudian di tarik kesimpulan yang bersifat umum.
b. Metode deduktif.
Yaitu suatu cara menarik kesimpulan yang berangkat dari fakta-fakta yang bersifat umum, dan bertitik tolak dari pengetahuan yang bersifat umum itu hendak menilai suatu kejadian yang bersifat khusus.[33]

2. Analisis data kuantitatif.
Adalah penganalisaan terhadap data yang berujud angka-angka, biasanya dengan menggunakan rumus statistik. Analisis ini biasanya digunakan untuk menganalisa data yang masih bersifat mentah yang berhubungan dengan angket.
Sedangkan rumus statistik yang biasanya digunakan adalah rumus distribusi frekuensi relatif, yaitu:


P = F X 100%
N

Keterangan
F = Prekuensi yang sedang dicari prikuensinya
N = Number of cases (jumlah prekuensi / banyaknay individu)
P = Angka presentasi

atau;

M x = FX
N
Keterangan

Mx = Mean yang kita cari
Fx = Jumlah dari hasil perkalian antara masing-masing sekor dengan
prekuensinya
N = Number of cases.[34]


Analisis data meliputi kegiatan pengumpulan data, menata data, membaginya menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, disintesis, dicari pola, ditemukan apa yang penting dan apa yang akan dipelajari serta memutuskan apa yang akan dilapor.[35] Selanjutnya analisis data dapat dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data melalui beberapa tahapan; mulai proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data (display) dan verifikasi data atau penarikan kesimpulan.[36]
Reduksi data ialah proses penyederhanaan data, memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. Reduksi data dalam penelitian kualitatif berlangsung secara simultan selama proses pengumpulan data berlangsung, baik dalam bentuk ringkasan, mengkode, menelusuri tema, dan membuat gugus-gugus, membuat partisi dan menulis memo. Dalam penelitian kualitatif, reduksi data merupakan bagian yang tak terpisahkan dari analisis data.
Display atau penyajian data ialah proses pengorganisasian untuk memudahkan data dianalisis dan disimpulkan. Proses ini dilakukan dengan cara membuat matrik, diagram atau grafik, sehingga dengan begitu peneliti dapat memetakan semua data yang ditemukan dengan lebih sistematis. Display data ini merupakan tahapan kedua dari kegiatan analisis data, yakni menyampaikan hasil temuan penelitian kepada pembaca atau peneliti lain.
Menarik kesimpulan adalah bagian dari penelitian sebagai konfigurasi yang utuh. Kesimpulan atau verifikasi dilakukan selama penelitian berlangsung. Makna yang muncul dari data harus selalu diuji kebenarannya dan kesesuaiannya, sehingga validitas terjamin. Pada saat peneliti melakukan pengumpulan data sekaligus melakukan pencatatan dan pemahaman atas jawaban responden, informasi yang telah diperoleh tersebut di cek kembali baik dari sumber yang berbeda maupun menggunakan teknik yang berbeda.[37]


[1] Disadur dari buah karya Prof. Dr. H. Amin Abdullah, MA, Metodologi Penelitian Dalam Pengembangan Studi Islam, Bahan Kuliah Magister Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006; dengan perubahan-perubahan sesuai dengan kebutuhan
[2] Dialikteka adalah thesa – antitesa – sinthesa
[3] Contoh pencarian data yang tidak ilmiah, misalnya mencari data hilangnya pesawat terbang melalui paranormal, dst.
[4] Prof. DR. Sugiyono, Statistik Untuk Penelitian, Bandung, Alfabeta, 2005, h. 1-2
[5] Bahan Materi Pelatihan Penelitian Tenaga Edukatif di Lingkungan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tanggal 11 Juni – 11 Agustus 2002
[6] Muhammad Yusran Lukman, S.Pd.I, M.S.I, Catatan Bahan Untuk Kuliah Metodologi Penelitian di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Washliyah Barabai, 2007
[7] Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, (edisi revisi V) Jakarta, PT Rineka Cipta, 2002, h. 33 - 34
[8] Drs. Riduwan , M.B.A, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru – Karyawan dan Peneliti Pemula, Bandung, ALFABETA, 2005, h. 5
[9] Drs. Riduwan , M.B.A, Belajar Mudah Penelitian……, h. 6
[10] Drs. Riduwan , M.B.A, Belajar Mudah Penelitian……, h. 6
[11] Dr. Ainurrafiq Dawam, Catatan Kuliah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005
[12] M. Jandra, Makalah yang disajikan dalam pembekalan materi pada pelatihan penelitian bagi tenaga edukatif IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 19 Juni 2002
[13] Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…, h. 107
[14] Ibid
[15] Ibid, dengan perubahan format tulisan
[16] Ibid, h. 108 -109
[17] Untuk lebih jelas dan detilnya bahasan ini, lihat dalam Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…, h. 112 - 113
[18] Lebih jelasnya lihat dalam Ibid, h. 114 - 115
[19] Untuk lebih jelasnya silahkan lihat dalan buku Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…, h. 116 - 117
[20] Diambil dari karya Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…, h. 117 - 120
[21] Riduan, M.B.A, Belajar Mudah Penelitian Untuk …., h. 64
[22] Sumber Suharsimi Arikonto, Prosedur…., h. 135, Seperti yang disadur kembali oleh Riduan, Belajar Mudah Penelitian…, h. 70. Metode pengumpul data mengandung pengertian yang masih abstrak, metode artinya cara. Cara tersebut dikonkritkan menjadi instrumen (ex, angket wawancara, dst)
[23] Drs. Riduan, M.B.A, Belajar Mudah Penelitian…, h. 76
[24] Lihat; Anas Sodijono, Tehnik Evaluasi Pendidikan, Suatu Pengantar, Yogyakarta, UD Rama, 1986, h. 36. Bandingkan dengan Winarto Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode Dan Tehnik, Bandung, Tarsito, 1980, h. 286.
[25] Moelong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h. 21
[26] Drs. Riduan, M.B.A, Belajar Mudah Penelitian…, h. 74
[27] Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan Di sekolah, Yogyakarta, Yaspersi UGM, 1981, h. 65.
[28] Prof. Dr. Suharsimi S, Arikunto, Prosedur Penelitian Survei…, h. 124.
[29] Suatu kuesioner; disebut kuesioner langsung jika daftar-daftar pertanyaan dikirim langsung kepada orang yang diminta pendapat, keyakinan atau diminta untuk menceritakan keadaan dirinya. Sebaliknya jika daftar pertanyaan dikirim pada seseorang yang diminta untuk menceritakan keadaan orang lain, kuesioner tersebut disebut kuesioner tidak langsung, Sutrisno Hadi, Metodologi Riset II, Yogyakarta, Yayasan Pen, Fak, Psikologi UGM, 1982, h. 158.
[30] Drs. Riduan, M.B.A, Belajar Mudah Penelitian…, h. 77
[31] Muhammad Yusran, Catatan Kuliah Metode Penelitian, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
[32] Analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif berbeda menurut data yang dikumpulkan. Apabila data yang dikumpulkan itu hanya sedikit, bersifat monograf atau berujud kasus-kasus, sehingga di susun ke dalam strukture klasifikatoris, maka analisa data pastilah kualitatif. Lain halnya jika data itu berjumlah besar lagi mudah diklasifikasikan, maka analisanya kuantitatif. Koncoroningrat, metode-metode penelitian masyarakat, Jakarta, Gramedia, 1991, h. 269.
[33] Sutrisno Hadi, Metodologi Riset (Jilid I), Yogjakarta, Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM,1983, h. 42.
[34] Lebih jelasnya bisa dipelajari dalam buku Prof. Drs. Anas Sodijono, Pengantar Statistik Pendidikan Pendidikan, Jakarta, Rajawali pers, 2003
[35] Bogdan Robert C dan Biklen Sari K, Qualitatif Research for Education An Introduction to Theory and Methods, h. 19
[36] Miles M B dan Hubermen AM, An Expended Source Book, Qualitative data Analysis, (London: Sage Publication, 1984), h. 23
[37] Bogdan Robert C dan Biklen Sari K, Qualitatif Research for ….., h. 4

Tags


English German Dutch Portuguese Italian Russian Greek Brazilian French Spanish Arabic Korean Japanese Chinese Indonesian

BAGAIMANA KOMENTARMU

DENGARKAN LAGU DISINI

Blog Archive

Blog Archive